TIMIKAEXPRESS.id – MEMASUKI hari ke-17 setelah insiden longsor lumpur basah di kedalaman ratusan meter di perut bumi Tembagapura, suara alat berat terus bergema.
Di sana, tim Underground Mine Rescue (UGMR) PT Freeport Indonesia (PTFI) masih menggali, menembus gelap, mencari lima jiwa yang hilang — bukan sekadar pekerja, tapi ayah, suami, anak, sahabat, manusia.
Setiap detik yang berlalu bukan sekadar waktu. Ia adalah nyeri. Ia adalah harap. Ia adalah tanya tanpa jawaban.
“Pencarian dilakukan tanpa henti,” kata VP Corporate Communications PTFI, Katri Krisnati. “Meski kami tahu, setiap langkah penuh risiko.”
Tak ada yang mudah. Pergerakan material basah bisa berubah jadi malapetaka dalam hitungan detik.
Alat berat dan loader kendali jarak jauh dikerahkan untuk meminimalkan risiko.
Tapi tetap saja, yang bertaruh adalah nyawa, bukan hanya mereka yang hilang, tapi juga mereka yang mencari.
Di antara lorong-lorong tambang yang sempit dan penuh debu batu, ada peluh, ada doa yang tak terdengar.
Di permukaan, jauh dari titik evakuasi, keluarga terus menunggu. Ada yang menggenggam foto.
Ada yang menatap kosong layar ponsel. Ada yang setiap hari menulis surat yang belum tentu sempat dibaca.
Nama-nama itu tak pernah absen dari bibir mereka:
- Victor Manuel Bastida Ballesteros
- Holong Gembira Silaban
- Dadang Hermanto
- Zaverius Magai
- Balisang Telile
Kelima nama itu kini bukan sekadar identitas. Mereka adalah simbol harapan yang belum padam.
Mereka adalah denyut jantung yang ditunggu di rumah-rumah kecil di Mimika, di Sumatera, di pedalaman Papua, bahkan di luar negeri, Afrika Selatan dan Chilli.
“Kami hanya ingin mereka pulang. Dalam keadaan apapun. Kami ingin bisa mengucapkan selamat tinggal… atau selamat datang kembali,” ujar salah satu anggota keluarga, dengan suara nyaris tak terdengar.
Sebelumnya, dua rekan mereka telah ditemukan: Wigih Hartono dan Irawan. Keduanya pulang dalam sunyi. Dalam peti kayu dan tangis keluarga.
Mereka telah beristirahat, namun jejak perjuangan mereka tetap tertinggal di lorong tambang itu sebagai pengingat bahwa pekerjaan ini bukan sekadar profesi. Ini pengorbanan.
Tambang Adalah Luka yang Tak Selalu Tampak
Mereka yang bekerja di tambang tahu bahwa setiap hari adalah perjudian.
Tapi siapa pun tak pernah siap kehilangan.
Di balik helm dan rompi, mereka adalah manusia yang pulang membawa belanjaan, mencium anak, tertawa di depan TV, dan mengirim pesan “jangan lupa makan” pada istrinya.
Kini, lima keluarga masih menggantungkan hidup pada harapan yang rapuh.
Tapi mereka percaya: selama masih ada suara alat berat di bawah sana, pencarian belum usai.
Dan tim UGMR pun tak menyerah. Di hari ke-17 ini, mereka terus menggali. Bukan hanya tanah, tapi juga kemungkinan.
Kemungkinan bahwa di ujung lorong gelap itu, masih ada yang menunggu untuk diselamatkan.
Karena di dunia tambang, setiap batu punya cerita. Dan setiap manusia punya rumah untuk pulang. (*/maurits sadipun)
Jumlah Pengunjung: 2