TIMIKAEXPRESS.id – Masyarakat adat Amungme dan Kamoro menyampaikan harapan agar Pemerintah Kabupaten (Pemkab) dan DPRK Mimika lebih memperhatikan amanat Peraturan Daerah (Perda) terkait dukungan terhadap pelaksanaan Musyawarah Adat (Musdat).
Hal ini untuk menjawab kerinduan masyarakat yang bernaung di bawah Lembaga Musyawarah Adat Suku Amungme (Lemasa) dan Lembaga Musyawarah Adat Suku Kamoro (Lemasko) agar tidak ada lagi kubu-kubu dari dua lembaga adat tersebut.
Demikian dikatakan Ketua Perkumpulan Penggerak Aspirasi Masyarakat Minoritas Indonesia Maju (2PAM3) Papua Tengah, Antonius Rahabav dalam konferensi pers seusai pertemuan bersama tokoh masyarakat Amungme dan Kamoro, pada Kamis (4/9).
Dalam pertemuan itu, sejumlah perwakilan masyarakat mengungkapkan, selama ini pelaksanaan Musdat kerap terkendala karena adanya dualisme kepengurusan dan terbatasnya dukungan finansial.
Padahal, dalam Peraturan Daerah (Perda) Nomor 8 Tahun 2023 tentang Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat telah mengatur adanya alokasi dana dari pemerintah untuk memenuhi kebutuhan mendesak masyarakat adat, termasuk Musdat.
Ini tertuang dalam Perda tersebut, Bab X Pasal 47 ayat (1) mengenai Pembiayan, bahwa Pemerintah Daerah wajib mengalokasikan anggaran Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat (MHA) dalam APBD,” jelasnya.
Regulasi daerah ini juga merujuk pada Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 52 Tahun 2014 tentang Pedoman Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat.
Dalam Permendagri Bab V juga mengatur tentang wewenang dan tanggung jawab pemerintah, yaitu pembentukan panitia MHA yang bertugas melaksanakan pengakuan dan perlindungan MHA.
Sedangkan DPRD/DPRK sebagai unsur penyelenggara pemerintah daerah membentuk Panitia Khusus (Pansus) guna memantau dan mendorong terlaksananya kegiatan pengakuan dan perlindungan MHA.
“Jadi, Musdat menjadi wadah penting bagi masyarakat adat. Kami berharap Pemda dan DPRK Mimika tidak ragu menyalurkan dukungan, karena ini bagian dari hak masyarakat adat,” ujarnya.
Masyarakat adat menilai, dukungan tepat waktu dari eksekutif dan legislative akan mencegah masyarakat menempuh jalur lain, yang sebenarnya bisa dihindari.
Selain itu, perwakilan masyarakat juga mengingatkan bahwa isu ini berkaitan dengan pelaksanaan Otonomi Khusus (Otsus) yang memberikan ruang besar bagi masyarakat adat.
Karena itu, mereka berharap pemerintah pusat dapat mengevaluasi pelaksanaan Otsus di tingkat daerah, agar benar-benar berpihak pada kepentingan masyarakat.
“Kami percaya Bupati dan Ketua DPRK pastinya proaktif akan eksistensi Masyarakat Hukum Adat demi kepentingan bersama,” imbuhnya.
Perhatian pada Pengelolaan Dana dan Aset Adat
Disamping itu, lanjut Toni kerap ia disapa, masyarakat juga menyoroti perlunya pengelolaan yang lebih baik terhadap dana maupun aset milik masyarakat Amungme dan Kamoro.
pasalnya, sistem manajemen yang kuat akan memastikan manfaat bisa dirasakan secara merata, bukan hanya oleh kelompok tertentu.
“Kami berharap tidak ada penundaan atau penyalahgunaan kewenangan. Transparansi dan keadilan dalam pelayanan publik adalah kunci agar masyarakat kecil juga bisa merasakan manfaat dari aset yang dimiliki,” ungkapnya.
Ia menambahkan, jika ada kendala dalam prosedur maupun tata kelola, sebaiknya segera dibicarakan secara terbuka antara pemerintah, DPR, dan masyarakat adat.
Dengan demikian, setiap langkah yang diambil tetap berada dalam koridor hukum dan sesuai amanat Perda.
“Semua ini untuk kebaikan bersama, agar masyarakat adat tidak merasa ditinggalkan, melainkan didukung dalam upaya menjaga dan mengembangkan hak-haknya,” pungkasnya. (*/)
Jumlah Pengunjung: 6