Bupati Mimika Menempatkan Putra Kamoro Sebagai Sekda: Langkah Berbasis Aturan, Otsus, dan Penghormatan Anak Negeri

2 days ago 8
Ketua Flobamora Mimika, Gabriel Zezo (Foto:Dokumen Pribadi)

TIMIKA, timikaexpress.id – Penunjukan Abraham putra asli Kamoro sebagai Penjabat Sekda Kabupaten Mimika tidak hanya mengikuti alur birokrasi, tetapi juga mencerminkan komitmen kuat untuk memberdayakan anak negeri.

Dalam konteks Mimika, keputusan ini bukan sekadar rotasi jabatan, melainkan langkah historis yang mengembalikan martabat masyarakat adat sebagai pemilik tanah dan identitas budaya daerah.

Bupati John Rettob, yang telah diangkat sebagai anak adat Kamoro, memperlihatkan keberpihakannya pada kemajuan orang asli Papua.

Ia membaca dengan tepat bahwa generasi Kamoro telah berkembang, berpendidikan, dan siap menduduki jabatan strategis dalam pemerintahan.

Seleksi Sekda: Proses Birokrasi yang Wajib Dilalui, Tetapi Otsus Menjunjung Martabat Anak Negeri

Secara aturan, penempatan Sekretaris Daerah mengikuti mekanisme birokrasi ASN: memiliki pangkat dan golongan tertentu, memenuhi syarat kompetensi, melewati mekanisme penilaian, serta mendapat persetujuan pemerintah provinsi dan pusat.

Ini adalah standar yang menjamin profesionalisme birokrasi.

Namun, dalam konteks Papua, Undang-Undang Otonomi Khusus memberikan ruang kehormatan yang lebih tinggi, yaitu keberpihakan pada Orang Asli Papua (OAP).

Berikut landasan hukumnya:

1. Pasal 28 ayat (3) UU 21/2001 Otsus Papua:

“Pengangkatan Sekda provinsi dan kabupaten/kota mengutamakan Orang Asli Papua yang memenuhi syarat.”

2. UU 2/2021 Pasal 12 ayat (2) menegaskan prioritas kepada OAP dalam jabatan pemerintahan.

3. Pasal 1 ayat (18) mendefinisikan OAP sebagai identitas hukum yang wajib dilindungi negara.

Dengan demikian, mekanisme birokrasi ASN tidak pernah bertentangan dengan Otsus, selama syarat minimal terpenuhi. Justru Otsus memberi ruang prioritas yang tidak dimiliki daerah lain di Indonesia.

Mana yang Lebih Bermartabat: Aturan Birokrasi atau Amanat Otonomi Khusus?

Pertanyaan ini menyentuh inti persoalan Papua: Birokrasi adalah aturan teknis.

Otonomi Khusus adalah aturan kehormatan yang mengangkat martabat masyarakat adat sebagai subjek, bukan objek pembangunan.

Aturan birokrasi mengatur jabatan.
Otonomi Khusus mengatur martabat.

Dalam konteks Mimika, penempatan putra Kamoro sebagai Sekda jelas menunjukkan bahwa: Otsus menjadi payung moral dan konstitusional yang lebih tinggi martabatnya, karena berbicara tentang identitas, hak asasi, dan keberpihakan pada pemilik tanah.

Proses birokrasi tetap dihormati, tetapi tidak boleh menghapus hak-hak khusus OAP yang dijamin undang-undang.

Bupati John Rettob Mengambil Jalan Terhormat

Dengan memilih Abraham, Bupati John Rettob tidak menyimpang dari hukum, justru menjalankan dua-duanya:

1. Mematuhi syarat birokrasi ASN, dan

2. Memprioritaskan Orang Asli Papua sebagaimana diperintahkan Otsus.

Keputusan ini menunjukkan bahwa Bupati memahami: Pembangunan Papua yang bermartabat harus dimulai dari pemberdayaan anak negeri sendiri.

Ia tidak hanya menempatkan seorang birokrat, tetapi menegakkan keadilan sejarah, martabat adat, dan amanat Otonomi Khusus yang menjadi dasar kekhususan Papua.

Keputusan yang Tegas, Berkeadilan, dan Konsisten dengan Hukum

Keputusan Bupati John Rettob untuk menempatkan putra Kamoro sebagai Pj Sekda adalah contoh kepemimpinan yang matang, yaitu melihat kapasitas anak negeri, menghormati proses birokrasi, dan menjalankan amanat Otonomi Khusus sebagai landasan kehormatan.

Inilah teladan bahwa pemerintahan Mimika bergerak selaras dengan hukum sekaligus menjaga martabat masyarakat adat.

Sebuah keputusan yang bukan hanya benar secara hukum, tetapi juga benar secara moral dan budaya. (Penulis: Gabriel Zezo,   Ketua Flobamora Mimika)

Jumlah Pengunjung: 173

Read Entire Article
Sumut Bermartabat| Timika Hot | | |