Dialog Kemanusiaan di Nabire Soroti Pengungsi dan Konflik Bersenjata

2 days ago 12

FOTO BERSAMA – Ketua Panitia Khusus (Pansus) Kemanusiaan DPR Papua Tengah, Yohanes Kemong, foto bersama Wakil Ketua I DPD RI, Yorris Raweyai, Anggota DPD RI Papua Tengah, Lis Tabuni, serta Wakil Ketua IV DPR Papua Tengah, John N.R. Gobai (FOTO: ISTIMEWA/TIMEX)

NABIRE, TIMIKAEXPRESS.id – Sejumlah tokoh adat Papua Tengah mendesak pemerintah menarik pasukan non-organik TNI dan Polri dari wilayah pegunungan yang masih dilanda konflik bersenjata.

Seruan itu muncul dalam Dialog Kemanusiaan yang digelar di Auditorium RRI Nabire, Selasa (14/10/2025).

Kegiatan ini difasilitasi oleh Wakil Ketua IV DPR Papua Tengah, John N.R. Gobai, bersama Ketua Panitia Khusus (Pansus) Kemanusiaan DPR Papua Tengah, Yohanes Kemong.

Hadir pula Wakil Ketua I DPD RI, Yorris Raweyai, Anggota DPD RI Papua Tengah, Lis Tabuni, serta perwakilan tokoh adat, gereja, aktivis, mahasiswa, perempuan, dan jurnalis dari berbagai daerah.

Forum tersebut membahas kondisi para pengungsi akibat konflik bersenjata di sejumlah daerah yang disebut sebagai zona merah, seperti Intan Jaya, Puncak, Puncak Jaya, Paniai, Deiyai, dan Dogiyai.

Ribuan warga dari wilayah itu diketahui telah mengungsi ke Nabire dan Timika akibat meningkatnya ketegangan antara aparat keamanan dan kelompok bersenjata.

Wakil Ketua IV DPR Papua Tengah, John N.R. Gobai, menegaskan bahwa pembentukan Daerah Otonomi Baru (DOB) Papua Tengah seharusnya menghadirkan kesejahteraan, bukan memperpanjang kekerasan.

“DOB dibentuk untuk menyejahterakan rakyat, bukan memelihara konflik. Tidak ada satu pun regulasi yang membenarkan operasi militer berkelanjutan di tanah ini,” tegas Gobai.

Ia menilai, percepatan pembangunan akan sia-sia jika masyarakat masih hidup dalam ketakutan akibat operasi militer.

Ketua Pansus Kemanusiaan DPR Papua Tengah, Yohanes Kemong, menyampaikan bahwa pihaknya telah membentuk tiga tim untuk meninjau langsung situasi di daerah konflik selama satu bulan tiga minggu terakhir.

“Kami melihat eskalasi konflik memang menurun, tetapi trauma masyarakat masih tinggi karena pos-pos baru terus dibangun,” ujarnya.

Kemong meminta pemerintah provinsi dan kabupaten segera berkoordinasi dengan Pansus guna mencari solusi konkret, termasuk menghentikan pengiriman pasukan non-organik yang dinilai memperpanjang rasa takut masyarakat.

Dampak terhadap Perempuan dan Anak
Anggota DPD RI Papua Tengah, Lis Tabuni, menyoroti dampak konflik terhadap perempuan dan anak-anak.

Ia menuturkan pengalaman saat mengunjungi Intan Jaya pada 2016, ketika para pelajar harus berlari meninggalkan kelas saat terjadi baku tembak.

“Konflik ini harus diakhiri. Negara wajib menjamin keamanan dan masa depan rakyat Papua Tengah,” ujarnya.

Sementara itu, Wakil Ketua I DPD RI, Yorris Raweyai, menilai penanganan pengungsi oleh pemerintah masih jauh dari maksimal.

Ia mengaku telah meninjau enam titik pengungsian di Timika.

“Pengungsian akibat konflik bersenjata adalah tanggung jawab negara. Pemerintah tampak lepas tangan,” kata Yorris.

Ia menambahkan, DPD RI akan memfasilitasi pertemuan antara Pansus DPR Papua Tengah dan Kodam setempat untuk membahas langkah konkret penyelesaian masalah kemanusiaan tersebut.

Tokoh adat Intan Jaya, Agus Zonggonau, mengaku masyarakat suku Moni kini terusik akibat kepentingan ekonomi di sekitar wilayah tambang emas Blok Wabu dan Grasberg.

“Kami ingin hidup baik-baik di tanah kami sendiri. Tarik pasukan non-organik dari Tanah Moni,” tegasnya.

Sementara tokoh adat lainnya, Leo Zonggonau, menambahkan bahwa sebelum hadirnya pasukan non-organik, warga dan aparat organik hidup berdampingan dengan damai.

“Dulu tak ada tembak-menembak. Kami hidup berdampingan dengan TPN-OPM tanpa rasa takut,” katanya.

Tokoh adat pesisir Nabire, Herman Sayori, menyampaikan lima langkah konkret penanganan pengungsi:

1. Membentuk Posko Koordinasi Pengungsi di Nabire dan Timika.

2. Menyalurkan bantuan darurat terpadu dengan melibatkan Kemensos, BPBD, dan lembaga lokal.

3. Menyediakan tempat penampungan aman agar pengungsi tidak menimbulkan konflik baru.

4. Menjalankan program pemulihan sosial seperti pendidikan darurat dan trauma healing.

5. Mendorong pembentukan Satgas Nasional Pengungsi Papua oleh DPR Papua Tengah dan DPD RI.

Negara Harus Hadir

Dialog kemanusiaan di Nabire menegaskan satu pesan utama: konflik di Papua Tengah tidak boleh terus menelan korban rakyat.

Tokoh adat dan wakil rakyat sepakat bahwa negara harus hadir sebagai pelindung, bukan pelaku.

Penarikan pasukan non-organik menjadi tuntutan nyata untuk memulihkan rasa aman dan martabat masyarakat Papua. (red)

Jumlah Pengunjung: 17

Read Entire Article
Sumut Bermartabat| Timika Hot | | |