Lahan Adat di Degeuwo Terancam Maraknya Operasi Penambangan Emas Ilegal

1 week ago 19

TAMBANG – Kondisi penambanmgan emas illegal di tepian Sungai Degeuwo. (FOTO: ISTIMEWA/TIMEX)

NABIRE, TIMIKAEXPRESS.id – Ekosistem hutan serta lahan adat di tepian Sungai Degeuwo, Paniai-Papua Tengah terancam akibat maraknya operasi penambangan emas ilegal.

Aktivitas penambangan ilegal ini menyebabkan kerusakan lingkungan seperti deforestasi, pencemaran air dan tanah, serta mengganggu habitat flora dan fauna.

Kondisi nyata ini sangat disayangkan oleh masyarakat adat dari Suku Walani, Mee dan Moni yang tinggal di sepanjang Sungai Degeuwo, sebab operasi penambangan dari perusahaan-perusahaan illegal itu tidak memikirkan bahkan beertanggung jawab terhadap dampak lingkungan yang terjadi dan dirasakan masyarakat di wilayah setempat.

Tokoh Pemuda Papua Tengah, Musa Boma menegaskan bahwa kehadiran perusahaan ilegal sepanjang Sungai Degeuwo selama ini hanya memicu berbagai permasalahan baru di kalangan masyarakat setempat.

Lebih mirisnya, ketika warga asli setempat menolak dan melakukan protes terhadap aktivitas penambangan illegal tersebut, harus berhadapan dengan oknum aparat keamanan yang dididuga dibayar untuk menjaga kelangsungan operasi penambangan emas illegal itu.

Lanjut Musa, perusahaan apa pun yang hendak beroperasi harus memiliki ijin resmi dari pemerintah maupun pemilik hak ulayat, termasuk kepala dusun (Kampung) setempat agar tidak terjadi atau menimbulkan masalah.

“Jangan gunakan kekuatan aparat sebagai tameng,” tegas Musa Boma yang menamakan diri pemerhati tanah, manusia dan lingkungan hidup kepada media ini via ponselnya, Senin (23/6/2025).

Ia menyebut lokasi operasi penambangan emas yang saat ini marak berada di kilometer (Km) 38, Km 62, Km 64, Km 84 sampai Km 132 Aibore.

“Jadi, aktivitas penambangan di semua lokasi ini sudah mengancam ekosistem hutan dan tanah ulayat masyarakat di sepanjang Sungai Degeuwo,” tegasnya.

Lebih mirisnya, di tengah maraknya aktivitas penambangan emas illegal, para operator liar perambah hutam juga ramai melakukan pembabatan lahan di kawasan tersebut.

“Emas masyarakat asli dusah diambil, terus hutan juga dibabat habis berarti pemberi oksigen alami sebagai paru-paru dunia juga akan berdampak besar terhadap kehidupan manusia. Lantas pemerintah dan pemangku kepentingan hanya diam tidak bertindak? Mari kita jaga tanah dan hutan, selamatkan demi kelangsungan hidup anak cucu dan kepentingan bersama,” serunya.

Musa mengungkapkan, aktivitas penambangan emas di wilayah itu berawal pada 2001 silam.
Kala itu, orang-orang luar mulai masuk dan menambang secara tradisional.

Baru pada 2003, masuk perusahaan, dengan alat-alat berat yang mulai merusak hutan.

Kini, setidaknya sudah lebih 26 perusahaan, antara lain PT MQ bekerja sama dengan PT WWM, asal Australia dan PT MM.

Ia berharap pemerintah dan aparat keamanan di wilayah tersebut segera mengambil langkah tegas demi menghindari dampak negatif dan aktivitas penambangan emas illegal.

Antara lain deforestasi, yaitu pembukaan lahan untuk pertambangan menyebabkan hilangnya hutan yang berfungsi sebagai penyerap karbon dan habitat berbagai spesies.

Dampak lainnya, yaitu pencemaran air dan tanah.

Dimana penggunaan bahan kimia berbahaya dalam proses penambangan, seperti merkuri dan sianida, dapat mencemari air dan tanah, membahayakan kesehatan manusia dan lingkungan.

Termasuk gangguan habitat satwa, yaitu terjadinya perubahan bentang alam dan hilangnya vegetasi akibat penambangan mengancam keberlangsungan hidup satwa liar yang hidup di kawasan tersebut.

“Deforestasi dan perubahan tutupan lahan juga dapat memicu perubahan iklim mikro di sekitar area pertambangan, yang berdampak pada pola curah hujan dan suhu,” paparnya.

Tindakan Tegas

Menyikapi dampak lingkungan dan ekosistem dari aktivitas penambangan emas illegal yang terjadi, maka Musa Boma menegaskan kepada pemerintah juga aparat keamanan setempat dapat mengambil langkah strategis, diantaranya:

1. Penegakan hukum melalui peningkatan pengawasan dan penindakan terhadap aktivitas pertambangan ilegal sangat penting untuk mencegah kerusakan lebih lanjut.

2. Penyadaran masyarakat dengan memberikan edukasi kepada masyarakat tentang dampak negatif pertambangan ilegal dan pentingnya menjaga kelestarian lingkungan.

3. Penerapan pertambangan berkelanjutan dengan mendorong penerapan praktik pertambangan yang bertanggung jawab dan ramah lingkungan, dengan memperhatikan aspek konservasi.

4. Restorasi ekosistem dengan melakukan upaya pemulihan ekosistem yang rusak akibat pertambangan ilegal, seperti reboisasi dan rehabilitasi lahan. (tim)

Jumlah Pengunjung: 56

Read Entire Article
Sumut Bermartabat| Timika Hot | | |