FOTO BERSAMA – Ketua dan anggota Komisi I DPRK Mimika foto bersama perwakilan BPN, BPKAD, dan UPP Poumako usai Rapat Dengar Pendapat (RDP) di Ruang Serbaguna Kantor DPRK Mimika, Senin (15/9) (FOTO: ISTIMEWA/TIMEX)
TIMIKAEXPRESS.id – Komisi I DPRK Mimika menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Badan Pertanahan Nasional (BPN), Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD), serta Unit Pengelola Pelabuhan (UPP) Poumako untuk membahas status kepemilikan lahan Pelabuhan Poumako, Distrik Mimika Timur.
Rapat tersebut digelar di Ruang Serbaguna Kantor DPRK Mimika pada Senin lalu.
RDP dipimpin Ketua Komisi I H. Iwan Anwar, SH, MH didampingi anggota Ester Agustina Komber, Anton N. Alom, Mathius Uwe Yanengga, Agustinus Murip, dan Fredewina Matirani.
Hadir pula Yosep Done dari BPN Mimika, Kepala UPP Poumako Farid Sujianto, serta perwakilan BPKAD Mimika.
Iwan Anwar menegaskan RDP ini untuk mendapatkan kejelasan terkait sengketa tanah di Pelabuhan Poumako yang berujung aksi pemalangan akses beberapa waktu lalu.
“Masalah klaim tanah di wilayah Pelabuhan Poumako masih saja terjadi. Pemerintah sulit membuktikan kepemilikan karena dokumennya tidak lengkap, padahal pembebasan lahan sekitar 15 hektare sudah pernah dilakukan tahun 2000. Kami minta Bagian Aset menginventarisasi dan membuktikan dokumen kepemilikan,” tegas Iwan.
Ia mengingatkan, kasus sengketa tanah yang dimenangkan pihak swasta harus menjadi pelajaran.
Pemerintah perlu memiliki bukti otentik agar aset daerah memiliki dasar hukum kuat.
“Ini catatan penting. Jangan sampai pemerintah kalah hanya karena tidak punya dokumen,” ujarnya.
Kepala UPP Poumako Farid Sujianto menjelaskan, putusan Mahkamah Agung terkait sertifikat tanah di wilayah Poumako telah inkrah dan dimenangkan PT Bartuh Langgeng Abadi seluas 11,57 hektare.
“Namun, setelah ada mediasi dan kesepakatan dengan pihak terkait, kegiatan operasional di Pelabuhan Poumako sudah normal kembali,” ujarnya.
Anggota Komisi I Ester Agustina Komber meminta pemerintah menghadirkan tim pembebasan tanah tahun 2000 dan 2008 untuk menunjukkan dokumen asli.
“Masalah tanah ini rancu. Pemerintah sudah beli, tapi bukti aslinya tidak ada. Ini yang harus dihadirkan agar dasar kepemilikan tanah jelas,” ujarnya.
Ester juga menekankan Pelabuhan Poumako seharusnya dikelola pemerintah, bukan pihak swasta.
Anggota Komisi I Fraksi Otsus Anton N. Alom menyoroti status lahan pelabuhan yang sudah dua kali dibeli pemerintah tetapi masih bermasalah.
“Itu daerah pelabuhan kan masuk wilayah hutan lindung, tapi bisa diklaim pihak swasta. Saya curiga sertifikat dibuat tanpa melihat status tanah yang seharusnya milik pemerintah,” ungkap Anton.
Perwakilan BPKAD Mimika mengaku kesulitan mendapatkan dokumen pelepasan atau sertifikat asli karena sudah cukup lama
.“Kami sudah berupaya, tapi hasilnya belum maksimal,” ujarnya. (*/)
Jumlah Pengunjung: 30