Pengurus dan Pembina Yayasan Binterbusih foto bersama Pengurus YPMAK saat melakukan kunjungan di Kantor Yayasan Binterbusih Kota Semarang, Selasa (27/8/2025) (FOTO: ISTIMEWA-YPMAK)
SEMARANG, TIMIKAEXPRESS.id – Yayasan Pemberdayaan Masyarakat Amungme dan Kamoro (YPMAK) bersama Yayasan Bina Teruna Indonesia Bumi Cendrawasih (Binterbusih) berkomitmen mendorong peningkatan kualitas akademik dan non-akademik penerima beasiswa.
Ketua Pengurus YPMAK, Dr. Leonardus Tumuka, mengatakan kunjungan ke Yayasan Binterbusih di Semarang bertujuan memperkuat koordinasi dengan mitra pengelola. “
Kami sedang melakukan pembenahan kualitas beasiswa. Dukungan dari Yayasan Binterbusih sangat penting untuk mewujudkan hal ini,” ujarnya.
Wakil Ketua Bidang Pemantauan dan Evaluasi YPMAK, Hendaotje Watory, menambahkan, Binterbusih selama ini menjadi mitra utama dalam mengelola beasiswa untuk pelajar dan mahasiswa di Jawa dan Bali.
“Mereka memiliki visi yang sama dengan kami agar kualitas penerima beasiswa terus ditingkatkan,” katanya.
YPMAK telah menyiapkan buku pedoman beasiswa yang akan disosialisasikan ke seluruh mitra pengelola, termasuk Yayasan Binterbusih Semarang dan Yayasan Pendidikan Lokon Manado.
Ketua Yayasan Binterbusih, Pascalis Abner, menegaskan pihaknya mendukung penuh langkah YPMAK.
Ia menekankan pentingnya strategi yang tepat agar penerima beasiswa tidak semata diukur dari prestasi akademik.
“Latar belakang anak-anak berbeda. Beasiswa sebaiknya menjadi dorongan agar mereka berprestasi, bukan langsung dihentikan jika belum memenuhi target,” jelasnya.
Saat ini Yayasan Binterbusih menangani sekitar 400 penerima beasiswa YPMAK dari tingkat SMP, SMA, hingga perguruan tinggi.
Menurut Pascalis, tantangan yang dihadapi tidak kecil, namun pihaknya berkomitmen membina generasi muda Amungme dan Kamoro agar kelak menjadi “pelita bagi masyarakatnya”.
Ketua Pembina Yayasan Binterbusih, Paulus Sudiyo, menambahkan ada empat aspek utama yang harus diperkuat, yaitu akademik, karakter, keterampilan, dan iman.
Namun, ia mengingatkan masih banyak penerima beasiswa yang menganggap bantuan tersebut sebagai hak, bukan sarana perjuangan untuk meningkatkan kualitas diri.
“Banyak anak-anak hanya menikmati beasiswa tanpa menjadikannya alat perjuangan. Ini tantangan yang harus kita ubah,” tegas Paulus. (*/)
Jumlah Pengunjung: 48

2 months ago
60
















































