ASPIRASI – Seorang mama Papua menyampaikan aspirasi terkait eskalasi kekerasan dan gangguan keamanan di Intan Jaya hingga warga terpaksa mengungsi (FOTO: ISTIMEWA/TIMEX)
TIMIKAEXPRESS.id – Ribuan warga Kabupaten Intan Jaya, Papua Tengah, terpaksa meninggalkan kampung halaman akibat konflik berkepanjangan antara aparat keamanan dan Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat–Organisasi Papua Merdeka (TPNPB–OPM).
Meningkatnya eskalasi kekerasan membuat warga mengungsi ke hutan dan sejumlah daerah lain di Papua Tengah.
Ketua Pemuda Katolik Komisariat Daerah (Komda) Papua Tengah, Tino Mote, mendesak Menteri Hak Asasi Manusia (HAM) RI Natalius Pigai dan Gubernur Papua Tengah Meki Fritz Nawipa untuk segera memediasi pihak-pihak yang bertikai.
“Konflik Intan Jaya sudah berlangsung sangat lama dan telah menewaskan banyak warga sipil, anggota TPNPB–OPM, dan aparat keamanan. Ribuan warga kini hidup dalam ketakutan dan harus meninggalkan tanah leluhur mereka demi keselamatan,” ujar Tino dari Nabire, Selasa (28/10).
Menurutnya, langkah mediasi menjadi sangat mendesak untuk menghentikan jatuhnya korban baru dan mengembalikan rasa aman masyarakat.
“Indikator kemajuan Papua Tengah ada di Intan Jaya. Jika Intan Jaya belum aman, maka Papua Tengah juga belum bisa disebut aman,” tegasnya.
Tino juga meminta Menteri HAM dan Gubernur Papua Tengah segera membentuk tim kemanusiaan guna melakukan mitigasi konflik dan penanganan pengungsi.
“Tim ini tidak boleh hanya fokus pada bantuan logistik seperti beras dan mi instan. Yang lebih penting adalah jaminan keselamatan, keamanan batin, serta keberlangsungan hidup warga sipil,” tambahnya.
Menurut Tino, saat ini masyarakat di Intan Jaya menghadapi situasi yang semakin sulit. Warga tidak bisa beribadah dengan leluasa, pelayanan kesehatan terbatas, dan kegiatan belajar-mengajar lumpuh total.
“Pemerintah Provinsi Papua Tengah tidak boleh tutup mata terhadap penderitaan ini. Menteri HAM juga harus hadir memastikan hak-hak kemanusiaan warga dilindungi,” katanya.
Gereja Suarakan Keprihatinan
Keprihatinan serupa juga disampaikan Sekretariat Keadilan dan Perdamaian (SKP) Keuskupan Timika. Dalam konferensi pers, Saul Wanimbo dan Rudolf Kambayong menilai situasi kemanusiaan di wilayah pelayanan pastoral Keuskupan Timika semakin memburuk akibat konflik bersenjata antara aparat keamanan dan TPNPB–OPM.
“Hingga kini eskalasi konflik meningkat dan semakin mematikan. Masyarakat sipil menjadi korban paling besar,” ujar Saul di Timika, Rabu lalu.
Menurutnya, penggunaan persenjataan modern seperti drone, mortir, dan bom dalam operasi militer telah merusak perkampungan warga, sekolah, rumah sakit, gereja, dan kebun masyarakat.
“Warga sipil benar-benar terjebak di tengah konflik,” ujarnya.
Saul mencontohkan, serangan terhadap warga sipil di Kampung Titigi, Distrik Sugapa, Intan Jaya, menewaskan seorang warga dengan gangguan jiwa (ODGJ). Selain itu, ribuan warga terpaksa mengungsi ke berbagai tempat.
Data Keuskupan Timika mencatat, 1.231 warga Intan Jaya kini tersebar di sejumlah kampung seperti Sugapa Lama, Hitadipa, Janamba, Sanaba, Jalinggapa, dan Titigi. Sementara di Kabupaten Puncak, jumlah pengungsi mencapai 4.469 jiwa.
Akibat situasi tersebut, sedikitnya 216 anak di Puncak tidak lagi mengikuti kegiatan belajar di sekolah.
Mereka kini hidup di tempat-tempat pengungsian tanpa akses pendidikan yang layak.
Desakan Gereja untuk Jeda Kemanusiaan
Dalam pernyataannya, Keuskupan Timika mengeluarkan tujuh seruan penting kepada pemerintah dan semua pihak yang berkonflik.
Pertama, aparat keamanan dan TPNPB–OPM diminta segera melakukan jeda kemanusiaan dan menciptakan zona tanpa perang demi memungkinkan bantuan kemanusiaan bagi masyarakat sipil.
Kedua, negara harus menjamin perlindungan hak-hak dasar warga sesuai konstitusi dan prinsip kemanusiaan.
Pihak Gereja juga mendesak agar kebijakan militeristik terhadap warga pengungsi dihentikan, serta meminta pemerintah meninjau ulang seluruh izin investasi yang berpotensi memperburuk konflik dan merusak lingkungan di Tanah Papua.
“Kami percaya, dengan kemauan baik semua pihak, situasi kemanusiaan di Papua Tengah — khususnya di Intan Jaya dan Puncak — dapat dipulihkan,” tutup Saul. (*/)
Jumlah Pengunjung: 19

4 hours ago
2
















































