DIALOG – Wakil Bupati Mimika Emanuel Kemong, didampingi Kapolres Mimika AKBP Billyandha Hildiario Budiman, Pj Sekda Abraham Kateyau, serta pimpinan OPD Pemkab Mimika sedang berdialog dengan warga di perbatasan Kapiraya, Distrik Mimika Barat Tengah, Senin (1/12) (FOTO: ISTIMEWA/TIMEX)
TIMIKAEXPRESS.id – Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Mimika membentuk Tim Khusus (Timsus) untuk menangani konflik antarkelompok warga di wilayah perbatasan Kapiraya, Distrik Mimika Barat Tengah.
Tim khusus yang terdiri dari unsur TNI, Polri, kepala Organisasi Perangkat Daerah (OPD), serta anggota DPRD tersebut dipimpin langsung oleh Wakil Bupati Mimika, Emanuel Kemong.
Pada Senin (1/12/2025), tim bertolak ke Kapiraya guna meredam ketegangan dan menjaga situasi tetap kondusif.
Menanggapi persoalan di kawasan perbatasan Mimika–Deiyai, Bupati Mimika Johannes Rettob menjelaskan bahwa permasalahan di Kapiraya tidak lagi sebatas tapal batas wilayah, melainkan telah berkembang menjadi sengketa terkait aktivitas pertambangan.
Ia menegaskan bahwa secara administratif, batas wilayah Mimika sudah jelas, sehingga fokus pemerintah saat ini adalah menghentikan potensi konflik yang dipicu oleh perebutan lahan tambang.
“Untuk sementara, aktivitas tambang itu harus ditutup agar situasi kembali kondusif. Jika tidak, persoalan akan terus berulang karena masing-masing pihak memperjuangkan kepentingannya,” ujar Johannes di Timika, Senin (1/12/2025).
Bupati juga mengingatkan pentingnya menjaga stabilitas keamanan, terlebih setelah Kabupaten Mimika menerima penghargaan Harmoni Award.
Menurutnya, pembangunan yang dilakukan pemerintah bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, bukan memicu konflik baru.

Ia menggambarkan dinamika di Kapiraya dengan peribahasa “ada gula, ada semut”, merujuk pada meningkatnya aktivitas masyarakat setelah pembangunan infrastruktur seperti lapangan terbang dan akses jalan.
“Dulu Kapiraya sangat sepi. Waktu kami membangun lapangan terbang, aksesnya sulit dan hampir tidak ada orang. Sekarang justru terjadi rebutan. Pembangunan itu baik, tetapi jangan sampai menimbulkan konflik. Harmoni harus tetap dijaga,” tegasnya.
Lebih lanjut, Johannes menambahkan bahwa batas wilayah Kabupaten Mimika telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 45 Tahun 1999, mengingat daerah tersebut tidak mengalami pemekaran.
Sementara Kabupaten Deiyai dan Dogiyai dimekarkan pada tahun 2008, sehingga batas wilayah Mimika tetap mengacu pada regulasi tersebut.
“Yang paling penting adalah pemetaan batas wilayah oleh Kementerian Dalam Negeri harus dilakukan secara benar. Jika sudah sesuai aturan, maka persoalan batas tidak ada lagi. Soal hak ulayat, biarlah para tokoh adat yang menentukan,” pungkasnya. (*)
Jumlah Pengunjung: 85

5 days ago
18

















































