Uskup Timika: “Hentikan Pembunuhan, Papua Bukan Ladang Perang”

4 hours ago 3

TIMIKAEXPRESS.id — Uskup Keuskupan Timika, Mgr. Dr. Bernardus Bofitwos Baru, OSA, menyampaikan seruan moral yang kuat kepada pemerintah pusat agar segera menghentikan kekerasan bersenjata yang terus terjadi di Tanah Papua.

Ia secara khusus memohon kepada Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto, dan Panglima TNI, Jenderal Agus Subiyanto, untuk menghentikan aksi-aksi militer yang mengakibatkan korban jiwa di wilayah Pegunungan Papua.

“Manusia di tanah Papua adalah ciptaan Tuhan, bukan ciptaan Presiden dan Panglima TNI yang bisa dibunuh seenaknya,” tegas Uskup Bernardus dalam homilinya saat Misa Tahbisan Imam di Gereja Paroki Santo Petrus, SP3, Timika, Sabtu (18/10/2025).

Seruan ini disampaikan menyusul laporan adanya 15 hingga 16 warga yang tewas dalam dua hari terakhir akibat konflik bersenjata.

Seruan Dialog, Bukan Senjata

Uskup Bernardus menyerukan kepada pemerintah agar memilih jalan dialog dan keadilan, bukan kekerasan, untuk menyelesaikan konflik di Papua.

“Kami mohon pemerintah duduk bersama masyarakat, gereja, umat, para uskup dan pastor di tanah Papua untuk menyelesaikan persoalan kemanusiaan, krisis ketidakadilan, dan krisis ekologi,” ujar Uskup.

Ia menegaskan bahwa jalan damai dan kemanusiaan adalah satu-satunya solusi yang adil dan bermartabat bagi semua pihak.

Dalam kotbahnya, Uskup Bernardus juga menyinggung tantangan yang dihadapi para pemimpin agama, khususnya imam Katolik, dalam menyuarakan keadilan dan kebenaran. Ia menyebut, keberanian bersuara kerap membuat para imam dimusuhi oleh para “serigala” yang mewakili kekuasaan duniawi, senjata, dan kepentingan ekonomi.

“Imam yang bersuara untuk kebenaran berhadapan dengan kekuasaan yang datang dengan helikopter dan pesawat tempur. Tapi imam memiliki Panglima sejati, Yesus Kristus, bukan yang ada di Jakarta,” ungkapnya.

Lebih lanjut, Uskup Bernardus menyinggung akar konflik Papua yang menurutnya erat berkaitan dengan eksploitasi sumber daya alam dan investasi besar-besaran yang mengorbankan masyarakat adat.

“Selama 60 tahun, konflik bersenjata di Papua berlangsung karena kepentingan investasi dan eksploitasi sumber daya alam. Masyarakat adat kehilangan tanah, hutan, dan ruang hidup,” kata Uskup.

Ia mencontohkan Program Strategis Nasional (PSN) di Merauke yang mencaplok dua juta hektar lahan masyarakat adat. “Dalam sekejap, masyarakat kehilangan hak hidup dan bahkan jalan hidup mereka,” tegasnya.

Dalam perayaan Jumat Agung sebelumnya di Katedral Tiga Raja Timika pada Jumat (18/4) lalu, Uskup Bernardus juga menyampaikan bahwa penderitaan Yesus harus dihayati sebagai ajakan untuk berpartisipasi dalam penderitaan sesama — termasuk mereka yang menjadi korban ketidakadilan, penindasan, dan perampasan hak.

“Kita tidak hanya memikul salib kita sendiri, tapi juga salib sistem sosial yang menindas dan merampas hak sesama,” katanya.

Ia mengingatkan umat agar tidak menjadi “Yudas-Yudas baru” yang justru ikut membiarkan kejahatan terjadi dengan memilih diam.

Uskup Bernardus mengajak seluruh umat untuk mendoakan lebih dari 80 ribu pengungsi di Papua akibat konflik militer, investasi, dan ketegangan bersenjata antara aparat dan TPNPB-OPM. Ia menekankan pentingnya dialog yang inklusif demi keadilan dan perdamaian di Tanah Papua.

“Mari kita berdoa agar Paskah tahun ini benar-benar membawa harapan baru bagi rakyat Papua — agar mereka tidak lagi dibunuh atau kehilangan hak hidup sebagai manusia ciptaan Allah,” pungkasnya.

Suara Profetik dari Mimbar

Seruan Uskup Bernardus menggema tidak hanya sebagai suara gereja, tetapi juga sebagai panggilan moral bagi semua pihak untuk mengedepankan nilai-nilai kemanusiaan, keadilan, dan perdamaian di Tanah Papua yang telah lama dilanda konflik dan krisis kemanusiaan. (*/)

Jumlah Pengunjung: 9

Read Entire Article
Sumut Bermartabat| Timika Hot | | |