“Tangis Sunyi di Soanggama-Intan Jaya”: Ketika Penegakan Hukum Menyisakan Duka

1 day ago 8

TIMIKAEXPRESS.id – Di tepi sebuah gereja kecil di Kampung Soanggama, tanah masih tampak basah.

Sejumlah warga menyebut, di sanalah sebagian dari 14 jenazah dimakamkan bersama—tanpa upacara, tanpa pelukan perpisahan dari keluarga.

Di antara mereka, ada seorang ibu yang hanyut saat melarikan diri, seorang penyandang disabilitas, dan empat orang yang disebut sebagai anggota Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB), namun tanpa senjata di tangan.

Kisah ini bukan fiksi. Ini adalah bagian dari tragedi yang terjadi pada 15 Oktober 2025 di Kampung Soanggama, Distrik Hitadipa, Kabupaten Intan Jaya, Papua Tengah.

Di tengah upaya pemerintah daerah membangun kembali kepercayaan dan peradaban, suara tembakan kembali memecah sunyi.

Prajurit TNI Koops Habema melakukan penyisiran. Hasilnya, 14 nyawa melayang—beberapa bahkan belum sempat berkata sepatah kata pun.

“Kalau mereka sudah ditahan, untuk apa lagi dihilangkan nyawanya?” tanya Bupati Intan Jaya, Aner Maisini, dengan nada getir.

“Mereka juga manusia. Punya keluarga. Punya masa lalu. Punya harapan untuk pulang.”

Sudah lebih dari enam bulan pemerintah setempat bekerja keras membangun stabilitas.

Jalan-jalan dibuka, sekolah mulai beroperasi, dan anak-anak kembali ke bangku belajar.

Warga yang sempat mengungsi ke Timika dan Nabire perlahan pulang. Di tengah luka yang belum kering, harapan mulai tumbuh.

Namun, insiden penyisiran itu seperti badai kecil yang kembali memporak-porandakan taman yang baru ditanam.

“Kami Butuh Pendekatan, Bukan Peluru”

Bupati Aner bukan sosok yang asing dengan konflik.

Ia telah memimpin Intan Jaya sejak gejolak lama masih terasa panas.

Tapi kali ini, ia menyampaikan kritik keras kepada pemerintah pusat, khususnya TNI-Polri.

“Jangan terus anggap ini soal keamanan semata. Ini juga soal kemanusiaan. Soal pendidikan yang terputus, ekonomi yang stagnan, dan anak-anak yang tumbuh dalam trauma,” katanya.

Menurut data yang dihimpun pemerintah daerah setempat, sejak 2019, lebih dari 50 orang meninggal akibat konflik bersenjata.

Korban tak hanya dari aparat TNI-Polri atau KKB, tapi juga masyarakat sipil kerap terjebak di tengah-tengah.

Bupati Aer menekankan bahwa sebagian anggota KKB telah menunjukkan itikad baik untuk kembali ke pangkuan negara. Mereka ingin berkebun, membangun rumah, bahkan bergabung dalam program-program pemberdayaan yang dijalankan pemerintah daerah.

Namun kejadian seperti ini justru menjadi penghalang.

“Kalau penegakan hukum selalu disertai kematian, bagaimana mereka percaya untuk kembali? Justru ini menciptakan permusuhan yang bisa diwariskan antargenerasi,” tambahnya.

Mimpi yang Terhenti

Di Hitadipa, salah satu distrik yang sempat dikenal rawan, pembangunan mulai terlihat. Jalan-jalan kecil sudah bisa dilalui motor. Pemerintah membentuk tim ojek, tim kebersihan, dan membuka ruang bagi pemuda untuk bekerja. Puskesmas mulai beroperasi, dan para guru mulai kembali ke ruang kelas.

Namun insiden 15 Oktober memunculkan ketakutan baru. Beberapa keluarga kembali mengungsi.

Sebagian lainnya memilih diam—menyimpan duka dan amarah dalam dada.

“Pemerintah pusat harus duduk bersama, dan bertanya: apakah pendekatan yang dilakukan selama ini berhasil? Atau justru memperpanjang luka?” ucap Bupati Aner lirih.

Di Antara Debu, Masih Ada Harapan

Meski diwarnai duka, pemerintah daerah tak menyerah.

Mereka yakin, bahwa kedamaian bukan mustahil jika semua pihak mau berbenah—dari cara pandang, cara menangani konflik, hingga cara mendekati masyarakat.

“Setiap nyawa berharga. KKB juga manusia. Mereka tidak lahir dari kehampaan. Mereka produk dari ketimpangan yang kita biarkan terlalu lama,” kata Aner.

Ia berharap pemerintah pusat mengevaluasi pendekatan yang digunakan, dan lebih mengedepankan cara-cara humanis daripada kekuatan senjata.

Karena pada akhirnya, pembangunan hanya bisa berjalan di tanah yang damai.

“Kami tidak butuh lebih banyak aparat. Kami butuh lebih banyak kepercayaan”. (maurits sadipun)

Jumlah Pengunjung: 47

Read Entire Article
Sumut Bermartabat| Timika Hot | | |