TIMIKA, TIMIKAEXPRESS.id – Koalisi Sekretariat Keadilan dan Perdamaian (SKP) Se-Tanah Papua menyerukan penghentian segera operasi militer dan pemulihan martabat kemanusiaan di Tanah Papua. Desakan tersebut disampaikan dalam konferensi pers bertajuk “Hentikan Kekerasan dan Pulihkan Martabat Kemanusiaan di Tanah Papua” yang digelar di Timika, Jumat (7/11/2025).
Dalam pernyataan yang dibacakan oleh Saul Wanimbo, SKP menilai situasi Papua tahun 2025 masih berada dalam pusaran konflik bersenjata, ketegangan politik, serta ketimpangan sosial-ekonomi yang belum terselesaikan.
“Setiap usaha menyampaikan aspirasi secara damai ditanggapi secara represif, termasuk kriminalisasi terhadap aktivis dan intimidasi,” ujar SKP dalam siaran persnya.
Koalisi yang terdiri dari perwakilan gereja Katolik Keuskupan Jayapura, Agats, Timika, Sorong, dan Merauke, itu menyoroti tiga persoalan utama yang dinilai mengancam stabilitas dan kemanusiaan di Papua.
- Krisis Pengungsian Akibat Militerisasi
SKP memaparkan data pastoral yang menunjukkan krisis kemanusiaan di wilayah konflik, dengan lebih dari 4.469 pengungsi di Kabupaten Puncak dan 1.231 pengungsi di Intan Jaya.
Koalisi mengecam penggunaan fasilitas publik oleh aparat keamanan, termasuk kantor distrik, sekolah, dan puskesmas yang dijadikan pos militer.
“Praktik ini menimbulkan rasa takut dan mengganggu kehidupan masyarakat sipil,” ungkap SKP, merujuk pada situasi di Pegunungan Bintang, Aifat Timur, dan Aifat Selatan.
- Ancaman Proyek Strategis Nasional (PSN) terhadap Hak Adat
Koalisi juga menyoroti Proyek Strategis Nasional di Kabupaten Merauke yang mencakup lebih dari 2 juta hektar lahan untuk program food estate dan bioenergi.
Menurut SKP, proyek ini berpotensi merampas hutan adat serta mengancam keberlangsungan hidup masyarakat adat Malin, Ji, Makleo, dan Cima.
“PSN dijalankan tanpa proses AMDAL yang transparan dan mengabaikan prinsip Free, Prior, and Informed Consent (FPIC) terhadap masyarakat adat pemilik tanah wilayat,” tegas pernyataan itu.
- Krisis Sosial: HIV/AIDS dan Miras
Dalam aspek sosial, SKP menyoroti epidemi HIV/AIDS yang telah mencapai lebih dari 26.000 kasus di Papua. Selain itu, peredaran minuman beralkohol (miras) yang tidak terkendali disebut menjadi salah satu penyebab meningkatnya kriminalitas dan kekerasan domestik di wilayah tersebut.
Tuntutan Utama SKP Se-Papua
Berdasarkan hasil evaluasi dan data lapangan, SKP Se-Papua mengajukan delapan poin tuntutan kepada Pemerintah RI, TNI/Polri, dan pemerintah daerah, antara lain:
- Menghentikan operasi militer dan pengiriman pasukan non-organik, serta mewujudkan jeda kemanusiaan;
- Menghentikan penggunaan fasilitas publik sebagai pos militer;
- Memulangkan para pengungsi ke kampung halaman dan membuka akses bantuan kemanusiaan;
- Menghentikan PSN yang melanggar hak adat dan prinsip FPIC;
- Mendorong dialog politik Jakarta–Papua melalui mediasi pihak netral dan rekonsiliasi nasional.
“Gereja Katolik di Tanah Papua tetap setia pada panggilan kenabian — menjadi suara bagi yang tak bersuara,” tutup pernyataan yang ditandatangani para pimpinan SKP dari berbagai keuskupan di Tanah Papua. (*/)
Jumlah Pengunjung: 10

3 hours ago
2

















































