Lemasa Menolak Pendakian ke Puncak Cartensz Tanpa Persetujuan Masyarakat

1 month ago 61

FOTO BERSAMA – Stingal Johnny Beanal, Direktur Eksekutif Lemasa saat foto bersama tokoh masyarakat di Jalan Irigasi, Selasa (18/2/2025) (FOTO: ELISA/TIMEX)

TIMIKAEXPRESS.id – Stingal Johnny Beanal, Direktur Eksekutif  Lembaga Musyawarah Adat Suku Amungme (Lemasa), dengan tegas menolak operasi wisata pendakian ke Puncak Cartensz dari para pihak tanpa persetujuan apalagi tidak melibatkan masyarakat adat setempat.

Aksi penolakan ini diungkapkannya menyusul rencana pendakian yang dilakukan sekitar 80-90 wisatawan asing, yang dijadwalkan pada 19 Februari 2025 melalui PT Tropic, yakni sebuah perusahaan pecinta alam yang tidak melibatkan pemilik wilayah adat terkait proses perizinan.

Stingal kerap ia disapa, menyatakan, selama lebih dari 17 tahun operasi wisata di kawasan tersebut berlangsung, lembaga adat sebagai pemilik wilayah tidak pernah dilibatkan atau dimintai persetujuan. 

“Kami sebagai pemilik gunung dan tempat ini tidak tahu sama sekali tentang permainan ini. Sampai saat ini kami tidak pernah dilibatkan dan tidak ada surat izin dari lembaga adat,” tegasnya.

Ditegaskan pula, kepada perusahaan-perusahaan yang beroperasi di kawasan tersebut harus menghentikan aktivitasnya hingga ada kesepakatan resmi dengan lembaga adat dan masyarakat setempat. 

“Kami tidak mengizinkan pendakian besok. Kita harus duduk bersama, bermusyawarah dengan pemilik wilayah dan mencari solusi yang adil,”serunya.

Stingal juga meminta perusahaan-perusahaan penerbangan, seperti Intan Angkasa, Dimonim Air, dan Asian One Air, tidak mengangkut wisatawan tanpa izin dari lembaga adat. Besok (hari ini-Red) tidak boleh ada lagi operasi atau pengangkutan turis asing ke Cartensz tanpa persetujuan kami,” tandasnya.

Sementara itu, Anis Wanmang selaku tokoh masyarakat Amungme, menyatakan bahwa masyarakat asli mengeluh dan terkait rencana pendakian tersebut dinilai tidak menghargai hak pemilik ulayat setempat. 

“Jika ada perusahaan yang ingin memajukan wisata pendakian Puncak Cartensz, maka mereka harus melibatkan pengusaha asli Papua dan menghargai masyarakat adat,” tegasnya.

Anis tidak menampik, selama bertahun-tahun operasi wisata berlangsung, masyarakat tidak pernah memahami perkembangan atau kemajuan yang dihasilkan. 

“Kami baru tahu prosedurnya tahun 2024, jadi kami minta pihak pengelola Taman Nasional Lorentz, Polda Papua, dan Kapolres Mimika agar menghargai masyarakat dan mengatur pengembangan wisata satu pintu melalui lembaga adat,” pintanya.

Ia juga meminta pemerintah daerah segera menetapkan regulasi khusus yang melindungi wilayah adat dan mengatur masuk keluarnya wisatawan berdasarkan aturan yang berlaku. 

“Siapapun yang ingin masuk ke wilayah adat kami harus melalui lembaga adat. Jangan sekali-kali menggunakan kekuatan militer atau aturan sepihak,” tegas Anis.

Dikatakan pula, masyarakat adat Suku Amungme menuntut agar perizinan operasi wisata ke Puncak Cartensz dicabut jika tidak melibatkan lembaga adat. 

Ditegaskan pula, wilayah adat punya masyarakat sehingga segala aktivitas yang dilakukan di dalamnya harus mendapat persetujuan dari pemilik sah. 

“Kami minta Kapolres Mimika untuk mencabut izin operasi perusahaan-perusahaan yang tidak melibatkan lembaga adat,” paparnya.

Lebih lanjut, kata Anis, pihaknya siap berdialog dengan semua pihak untuk mencari solusi terbaik. 

“Kami ingin semua pihak senang, baik pemilik wilayah maupun perusahaan. Namun, hal ini harus dilalui secara transparan dan adil,” ujarnya.

Ditegaskan pula, Lemasa dan masyarakat asli setempat berkomitmen melindungi hak-hak adat dan wilayah mereka, sehingga semua pihak, termasuk pemerintah dan perusahaan travel pendakian patut menghargai dan melibatkan lembaga adat. 

 “Tanpa keterlibatan dan persetujuan dari pemilik wilayah, operasi wisata ke Puncak Cartensz tidak akan diterima dan akan ditolak,” pungkasnya. (bob)

Jumlah Pengunjung: 37

Read Entire Article
Sumut Bermartabat| Timika Hot | | |