TIMIKAEXPRESS.id – Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Mimika mencatat, dalam tiga tahun terakhir, tren inflasi tahunan di Mimika menunjukkan perlambatan.
Muh. Sandra Yanton, A,Md.Stat selaku Staf Statistik Distribusi Pertama pada BPS Mimika, menegaskan sektor pangan masih menjadi pemicu utama inflasi di Timika.
Karenanya, ia mengimbau sekaligus memberi peringatan waspada terhadap kenaikan harga pangan.
BPS Mimika mengingatkan perlunya kewaspadaan terutama pada kenaikan harga pangan dan jasa yang sensitif agar inflasi tidak menembus batas atas yang bisa menggerus daya beli masyarakat.
“Kalau kita lihat dari 11 kelompok pengeluaran yang ada, yang paling dominan memberikan sumbangan ke inflasi tahunan adalah kelompok makanan, yang menyumbang 1,72 persen dari total inflasi 3,16 persen,” ujarnya kepada Timika eXpress, Rabu (9/7/2025).
BPS Mimika merilis angka inflasi Mimika periode Juni 2025 tercatat sebesar 3,16 persen secara tahunan (year-on-year) dibanding Juni 2024.
Sementara Indeks Harga Konsumen (IHK) pada Juni 2025 tercatat 112,40.
Yanton juga merilis, secara bulanan (month-to-month) terjadi deflasi tipis sebesar 0,01 persen dibanding Mei 2025, dengan inflasi sepanjang tahun berjalan (year-to-date) hingga Juni mencapai 1,69 persen.
Sementara Ppda Juni 2023 inflasi y-on-y sempat menyentuh 5,75 persen, kemudian turun menjadi 3,49 persen pada Juni 2024, dan pada Juni 2025 terjadi prgeseran 3,16 persen.
“Meski lebih rendah, sejumlah kelompok pengeluaran masih memberikan tekanan signifikan terhadap kenaikan harga,” ujarnya.
Ia menyebut kelompok pengeluaran yang mendorong inflasi paling besar adalah perawatan pribadi dan jasa lainnya yang melonjak 12,16 persen secara tahunan.
Disusul kelompok kesehatan naik 7,08 persen, penyediaan makanan dan minuman/restoran yang meningkat 6,67 persen, serta makanan, minuman dan tembakau naik 3,93 persen.
Yanton menegaskan bahwa sektor pangan masih menjadi pemicu utama inflasi di Timika.
Sementara dari sisi komoditas, daging babi menjadi penyumbang inflasi terbesar dengan kontribusi 1,17 persen, yakni sendirian dari total inflasi.
“Jadi, harga daging babi naik tajam sepanjang setahun terakhir,” katanya.
Selain itu, rokok sigaret kretek mesin menyumbang 0,21 persen, minyak goreng 0,19 persen, gula pasir 0,08 persen, serta sejumlah produk lain seperti tauge, tahu mentah, tempe, ikan mumar, kopi, dan daging sapi turut mendongkrak inflasi.
Kelompok kesehatan juga menyumbang inflasi melalui kenaikan tarif laboratorium, rumah sakit, obat dengan resep, dan layanan kesehatan lain.
Termasuk kelompok transportasi naik 1,61 persen secara tahunan, ini didorong oleh biaya angkutan udara, mobil, dan motor.
Meski demikian, sejumlah komoditas memberikan efek penahan kenaikan harga dengan mencatat deflasi tahunan.
Cabai rawit tercatat sebagai penahan inflasi terbesar dengan andil deflasi 0,23 persen.
Beras turun 0,12 persen secara tahunan, terong 0,10 persen, telur ayam ras 0,09 persen, serta beberapa sayuran lain termasuk buncis, cabai merah, tomat, bawang merah, bawang putih, dan labu siam juga berkontribusi menahan kenaikan harga.
Ia tidak menampik beberapa komoditas menjadi penyumbang penurunan harga pada bulan Juni dibanding Mei, seperti bawang putih yang memberikan andil deflasi terbesar di bulan itu, diikuti bawang merah, cabai rawit, dan ikan bawal.
Namun, pada bulan yang sama beberapa komoditas justru mengalami kenaikan harga bulanan, yaitu beras, terong, dan tomat.
Ia menambahkan bahwa Pemerintah Pusat bersama Bank Indonesia menargetkan rentang inflasi nasional yang dianggap ideal berada di kisaran 1,5 hingga 3,5 persen.
“Kalau inflasi di bawah 1,5 persen bisa mengindikasikan pertumbuhan ekonomi yang melemah. Sementara kalau lebih tinggi dari 3,5 persen bisa berdampak pada daya beli masyarakat,” pungkas Yanton.
Dari angka inflasi tahunan Mimika kini 3,16 persen, ini masih berada di batas atas rentang target nasional. (a77)
Jumlah Pengunjung: 10