Ketua Yayasan Yu Amako Yohanes Mifaro bersama para pengurus terpilih Yu Amako saat berfoto bersama di Jalan Budi Utomo pada, Sabtu (28/12) malam (FOTO: ELISA/TIMEX)
TIMIKAEXPRESS.id – Yohanes Mifaro selaku Ketua Yayasan Yu Amako mempertanyakan kejelasan dana dari perubahan akta notaris.
Pasalnya, sebelumnya ia diminta oleh pembina Yu Amako untuk melakukan pembuatan akta notaris guna melakukan perubahan anggaran dasar.
Dalam proses perubahan akta notaris, dirinya kemudian dituding melakukan pemalsuan tanda tangan dan dokumen.
Ia, mengaku karena tudingan itu ia selanjutnya dibawa ke Polres Mimika untuk proses.
Kendati demikian, dirinya mempertanyakan, dana yang diajukan dicairkan tanpa sepengetahuan dirinya selaku Ketua Yayasan Yu Amako.
Dikatakan, ketua Pembina Yayasan Yu Amako, Polikarpus Iwatiro, beserta lima orang pembina lainnya dan masyarakat 5 Daskam yaitu (Nawaripi, Nayaro, Koperapoka, Tipuka dan Ayuka) telah menandatangani berita acara Perubahan Kepengurusan Yayasan Yu Amako Periode 2024-2029 pada tanggal 23 September 2024 di ruang rapat hotel Kamoro Tame.
Kemudian ketua terpilih bersama ketua pembina dan lainnya melakukan perubahan akta ke notaris yang selama ini melakukan perubahan akta Yayasan Yu Amako.
Namun adanya intervensi dari salah satu oknum pembina lama, maka proses pembuatan akta tersebut tidak dapat dilakukan.
“Saya membuat perubahan akta di Jakarta, dan akta perubahan anggaran dasar Yayasan Yu Amako Periode 2024-2029 telah terbit. Namun dalam proses tersebut saya dituduh melakukan pemalsuan dokumen padahal saya punya saksi-saksi ada,” tuturnya.
Yohanes meminta penjelasan okum yang telah membuat laporan ini ke kepolisian dan meminta proses ini ditindaklanjutui.
Jangan seperti kejadian yang sudah-sudah, dimana setiap ketua yang naik dituduh melakukan hal-hal yang melanggar hukum namun pada proses akhirnya selalu berhenti di tengah jalan setelah pencairan dana (Trust Fund) .
Dikatakan, saat pemeriksaan di Polres tersebut menjadi hambatan agar dirinya tidak fokus dalam pencairan dana yang sementara dilakukan di bank dan tanpa sepengetahuan badan pengurus.
Diceritakan, saat ini dirinya bersama para pembina Yayasan Yu Amako bersama para tokoh masyarakat Daskam hendak datang ke SLD Kuala Kencana, guna melakukan pertemuan dengan rekan-rekan yang menjadi pembimbing di Yayasan Yu Amako.
Tujuannya untuk menyerahkan akta perubahan namun ia mengaku pihak SLD menerima timnya bukan dalam rumah atau kantor.
“Kami memiliki hak ulayat Daskam, diterima di jalan yakni di cek point Kuala Kencana, ada apa sebenarnya? Kami datang dengan niat baik tanpa anarkis dan perbuatan yang melanggar hukum namun kenapa kami diterima di jalan,” tanyanya.
Ia mengatakan, SLD selaku Pembina seharusnya memeriksa secara administrasi, bukan menyerahkan kembali kepada pengurus lama dan pengurus baru.
Yohanes selaku Ketua Umum Yayasan Yu Amako terpilih mempertanyakan apakah setelah melakukan perubahan penandatanganan spesimen penarikan di bank saat itu tak berlaku untuk pencairan saat ini? Dan atas dasar apa pembina melakukan pencairan di bank?
“Apakah hanya berdasarkan penyataan dari beberapa orang yang ikut tanda tangan untuk proses pencairan ini saja?,”tukasnya.
Meskipun begitu dirinya juga merasa heran kenapa sampai pihak bank melakukan pencairan dan hingga pukul 21.00 WIT malam sementara pada aturannya bank pukul 15.00 WIT sudah tutup.
Ini menambah kecurigaan dan disinyalir ada permainan.
Disamping itu Frans Tumuka, Mantan Ketua Yayasan Yu Amako, meminta keadilan agar kasus yang dialami pihaknya dapa terselesaikan dengan baik.
Dimana dari dana yang dicairkan sebanyak Rp7 milliar lebih, sementara ini baru Rp 5 miliar yang telah diserahkan kepada masyarakat untuk operasional.
“Yang menjadi pertanyaan Rp 2 miliar tersebut hilang dimana?” katanya lagi.
Dikatakan pihaknya dengan badan kepengurusan yang baru sementara berjalan ke depan dengan operasional dan pihaknya ingin kembali ke rumah adat, sebagai harga diri orang Daskam di Nawaripi.
Ditambahkan, terkait dengan pelepasan wilayah adat oleh orang terdahulu Suku Kamoro, diberikan dengan sukarela tanpa paksaan, dengan harapan dapat menghidupkan masyarakat dan secara umum mendukung kemajuna di Mimika.
Mirisnya, saat ini tidak sesuai dengan apa yang diharapkan oleh para pendahulu.
Hak-hak masyarakat dirampas, dan hanya dinikmati oleh oknum-oknum tertentu. (bob)
Jumlah Pengunjung: 2