DEMO – Tokoh dan aktivis perempuan saat menggelar aksi protes terkait hasil seleksi DPRK jalur pengangkatan di Kantor Pusat Pemerintahan (Puspem) SP3, Mimika, Papua Tengah pada Senin (2/12/2024). (FOTO : GREN/TIMEX)
TIMIKAEXPRESS.id – Tokoh perempuan dan aktivis di Mimika, Papua Tengah menggelar aksi protes akan hasil seleksi DPRK jalur pengangkatan, yang telah diumumkan beberapa hari lalu.
Aksi protes tersebut digelar di Kantor Pusat Pemerintahan (Puspem) SP3, Kelurahan Karang Senang, Distrik Kuala Kencana pada Senin (2/12/2024).
Dalam aksinya itu, tokoh perempuan dan aktivis menuntut transparansi dari Panitia Seleksi (Pansel) dalam penetapan DPRK Mimika periode 2024-2029.
Massa yang melakukan protes pun menilai Pansel DPRK Mimika tidak netral dan profesional, karena tidak komitmen dan konsisten dengan penjelasan saat awal sosialisasi.
“Kami minta Pansel, pihak Bakesbangpol dan Pj Bupati Mimika segera mereviuw ulang SK Nomor 45 tentang mekanisme pengangkatan kursi DPRK,” tegas Adolfina Kum, aktivitas perempuan asal Suku Amungme saat itu.
Ia pun menilai Pansel dalam seleksi DPRK Mimika disinyalir tidak memperhatikan kriteria khusus dan kuota keterwakilan perempuan Amungme dan Kamoro.
Pasalnya, keterwakilan perempuan Amungme-Kamoro dalam DPRK Mimika tidak memenuhi syarat khusus.
Tidak hanya itu, Adolfiona juga menilai Pansel DPRK Mimika bermasalah dalam penetapan wilayah adat.
“Kami tagih janji katanya Pansel akan pilih perempuan yang bisa balik meja dan Pansel akan pilih perempuan yang punya rekam jejak di lapangan,” ujarnya.
Namun, pada kenyataannya, kata Adolvina, perwakilan perempuan yang lolos seleksi adalah yang tidak berada di tengah masyarakat.
“Kami minta Mendagri jangan dulu sahkan SK DPRK Mimika. Kami tahu selama ini sosok perempuan yang selalu berada di tengah masyarakat, tapi dalam seleksi DPRK Mimika masih ada pembisik-pembisik atau syarat nepotisme. Contoh saja ada istri pejabat KPU dan istri mantan pejabat DPRD lolos seleksi,” bebernya.
Sementara Ketua Solidaritas Perempuan Papua Mimika, Ros Kabes menambahkan bahwa waktu sanggah bagi peserta yang tidak lolos hanya tiga hari.
Namun, waktu tiga hari itu mustahil untuk memberi keberpihakan bagi perempuan Amungme dan Kamoro.
Menurut Ros kerap ia disapa, banyak perempuan Amungme dan Kamoro yang sudah lama berjuang di tengah masyarakat, tetapi yang lolos seleksi adalah perempuan yang jarang bahkan tidak pernah melihat dan memperjuangkan penderitaan orang Amungme dan Kamoro.
“Yang Pansel loloskan saat ini, sama sekali tidak pernah ada di tengah masyarakat. Padahal yang ikut mendaftar dan dimasukkan dalam daftar tunggu merupakan perempuan-perempuan yang sudah lama bekerja dan berjuang di tengah masyarakat. Pansel kecewakan perempuan kaki abu yang selalu ada di tengah masyarakat,” serunya.
Selanjutnya, Staf Ahli Bupati Bidang Hukum Politik dan Pemerintahan, Septinus Timang saat menerima tokoh perempuan dan aktivis yang menggelar aksi protes, mengatakan bila ditemukan adanya pelanggaran syarat, maka silahkan dilanjutkan proses hukum ke PTUN Manado.
“Pada prinsipnya kami terima aspirasi dan tidak bisa mengambil keputusan, sekarang adalah ranah PTUN, kalau tidak puas dengan keputusan Pansel DPRK Mimika, silahkan gugat ke PTUN, karena besok (hari ini-Red) adalah hari terakhir pengajuan sanggahan atau keberatan,” tandasnya. (via)
Jumlah Pengunjung: 38