DOA – Puluhan warga Papua menggelar doa bersama di pelataran Gereja Kingmi Jemaat Bahtera di Jalan C. Hea (FOTO: GREN/TIMEX)
TIMIKAEXPRESS.id – Puluhan warga Papua yang tergabung dalam persekutuan gereja-gereja di Kabupaten Mimika, menggelar doa bersama menolak program transmigrasi lokal dan nasional di Papua, yang dicetuskan oleh Presiden Prabowo Subianto.
Gelar doa bersama mengusung tema, “Papua Tanah Injil, Papua Tidak Ada Tanah Kosong, Papua Diisi oleh Masyarakat Tujuh Wilayah Adat”.
Doa bersama dilangsungan di Gereja Kingmi Jemaat Bahtera di Jalan C. Heatubun, Distrik Mimika Baru, Mimika-Papua Tengah, Jumat (15/11/2024).
Hadir saat itu perwakilan denominasi gereja di Kabupaten Mimika, para tokoh adat dan warga dari wilayah adat Bomberai dan Animha.
Ketua Biro Keadilan dan Perdamaian Gereja Kingmi Klasis Mimika, Pdt. Beni Kayame dalam firman Tuhan melalui Injil Yohanes 10:9, mendaraskan, ‘Akulah pintu, barangsiapa masuk melalui Aku, ia akan selamat dan ia akan masuk dan keluar dan menemukan padang rumput’.
“Pencuri datang hanya untuk mencuri, membunuh dan membinasakan. Aku datang, supaya mereka mempunyai hidup, dan mempunyai dalam segala kelimpahan. Tanah Papua tanah adat, tanah perjanjian, kami menolak transmigrasi di tanah Papua,” tegasnya.
Lebih lanjut, kata Beny, Pimpinan Dewan Gereja se-Papua menolak program trasnmigrasi, karena sampai saat ini masyarakat Papua masih trauma dan merasakan kehilangan hak hidup.
Karena itu, Biro Perdamaian Gereja Kingmi Sinode Tanah Papua Klasis Mimika pun sangat mendukung.
Berkut pernyataan sikap penolakan transmigrasi dari Perwakilan GIDI, Pinas Imirin, menegaskan, tanah Papua bukan tanah kosong, maka mewakili pemuda GIDI, kami menolak program transmigrasi.
“Dengan adanya program ini, maka warga yang datang akan hidup dengan layak, karena selain tanah, juga telah disediakan fasilitas rumah dan lainnya, sedangkan kita yang OAP mau kemana?,” tanyanya.
Sementara perwakilan perempuan Suku Amungme, Damaris Onawame menambahkan 7 wilayah adat di Papua bukan tanah kosong. Program
transmigrasi yang dicetus Presiden Prabowo kembali menghantui OAP, karena luka dan trauma di tahun 1960-an belum pulih.
“Jangan hantui kami lagi, Prabowo jangan lupa, kami masih trauma dengan peristiwa tahun 60-an,” ungkapnya.
Damaris juga menegaskan, perempuan Amungme menolak dengan tegas program transmigrasi.
Hal senada juga disampaikan perwakilan denominasi gereja lainnya yang hadir saat itu. (via)
Jumlah Pengunjung: 57