Tumbuhkembangkan Karakter Siswa SATP, 96 Pembina Ikuti Kegiatan Refleksi dan Empati 

3 days ago 15

MATERI – Prof. Dr. Johanis Ohoitimur selaku Eksekutif BPH Yayasan Pendidikan Lokon (YPL) saat memberikan materi kepada 96 pembina Sekolah Asrama Taruna Papua (SATP) di Hall Room Hotel Cenderawasih 66, Selasa (15/4/2025) (FOTO: INDRI/TIMEX)

TIMIKAEXPRESS.id – Sebanyak 96 tenaga pembina di Sekolah Asrama Taruna Papua (SATP) binaan Yayasan Pemberdayaan Masyarakat Amungme Kamoro (YPMAK) selaku pengelola dana kemitraan PT Freeport Indonesia (PTFI) mengikuti kegiatan refleksi dan empati.

Kegiatan yang berlangsung di Hall Room Hotel Horison Diana, Selasa (15/4/2025), ini sebagai bekal bagi pembina asrama dalam mengembangkan karakter anak-anak di lingkungan SATP.

Prof. Dr. Johanis Ohoitimur, Sekretaris Eksekutif Badan Pengurus Harian Yayasan Pendidikan Lokon (BPH YPL) selaku fasilitator kegiatan ini, mengatakan selain metode pengajaran, hal terpenting dalam pola pembelajaran adalah refleksi dan empati.

Dua hal ini dapat membantu peserta didik untuk tumbuh dan berkembang dengan baik.

Dikatakannya, kegiatan ini merupakan kelanjutan dari program yang telah dilaksanakan pada Juli 2024, yang berfokus pada pentingnya refleksi bagi para guru dalam penerapan Kurikulum Merdeka.

“Pentingnya memperluas bahasan refleksi dan empati ke lingkungan asrama,  karena apa yang terjadi di sekolah juga harus sejalan dengan pembinaan di asrama, khususnya di SATP,” ujar Prof Johanis yang juga Rektor Universitas Katolik De La Salle Manado.

Menurutnya, refleksi sangat penting dalam pembelajaran, agar para guru maupun pembina menyadari sungguh-sungguh akan peran dan tanggung jawab mereka dalam mendidik dan mendampingi anak-anak.

“Pembina harus bisa bertanya pada dirinya, apakan tindakan yang dilakukan sudah dan benar-benar mendukung tumbuh kembang anak, atau justru sebaliknya, yakni merugikan. Ini harus direfleksikan dengan melihat dan merencanakan,” seru Prof. Johanis.

Pasalnya, anak-anak di lingkungan  SATP memiliki talenta masing-masing, makan para pembina harus bisa kenali karakter anak-anak dari aktifitasnya sehari-hari, baik di sekolah maupun di asrama.

“Kalau di SATP dilarang ada tindakan kekerasan, maka harus jadi bahan refleksi atas dampak yang ditimbulkan terhadap tumbuh kembang anak,” paparnya.

Selain para pembina melakukan refleksi diri, mereka juga didorong mengembangkan pendekatan empati, yaitu mendengarkan anak-anak, menghargai latar belakang budaya, serta memahami karakter, sikap dan tindakan mereka.

“Jadi, pola pendidikan di SATP dengan hati, serta pendekatan secara lembut, tidak dengan kekerasan,” kata Prof. Johanis.

Ia berharap, melalui pembinaan berbasis empati dan refleksi yang dudukung penuh YPMAK dan PT Freeport Indonesia, anak-anak Papua di SATP bisa meraih masa depan yang cerah.

Selain metode pembelajaran dan pelaksanaan program, SATP juga melakukan evaluasi secara berkala terhadap kinerja para guru maupun pembina, baik mingguan, bulanan, maupun per semester.

“Jadi, monitoring dan evaluasi secara reguler, baik oleh YPMAK maupun internal oleh pimpinan yayasan dan pengelola asrama, bila ditemukan adanya kekurangan, maka segera dilakukan perbaikan. Termasuk dari kegiatan refleksi dan empati yang diikuti para pembina, kita akan pastikan secara menyeluruh lewat evaluasi. Ingat, SATP mendidik anak-anak tanpa kekerasan,” tandasnya. (eno)

Jumlah Pengunjung: 124

Read Entire Article
Sumut Bermartabat| Timika Hot | | |