Negara Hadir di Ujung Papua: TMMD Boven Digoel Wujudkan Harapan Warga Waropko

4 hours ago 1

BOVEN DIGOEL, TIMIKAEXPRESS.id – Di ujung timur Indonesia, di mana mentari pertama kali menyentuh tanah nusantara, terbentang hamparan hijau yang seolah tak berujung.

Di sanalah Kampung Waropko, sebuah permata kecil di Kabupaten Boven Digoel, Provinsi Papua Selatan, berdiri tenang di tepian perbatasan dengan Papua Nugini.

Hutan tropis mengepung dari segala arah. Sungai mengalir memotong kampung, menjadi nadi kehidupan yang setia.

Udara di pagi hari lembab dan dingin, sementara kabut menari perlahan di atas pucuk pohon.

Di balik kesunyian itu, tersimpan denyut kehidupan sederhana, tapi berharga.

Bagi warga Waropko, hari-hari berjalan dalam ritme yang lambat namun pasti.

Anak-anak melintasi jalan tanah menuju sekolah, para ibu menimba air dari sungai, dan para bapak berburu ikan di tepi hutan.

Dunia mereka kecil, tapi penuh makna.

Namun tahun 2025 datang membawa langkah baru.

Langkah dengan derap sepatu laras, suara mesin molen, dan semangat yang bergema di antara pepohonan. Negeri ini sedang menyapa perbatasannya.

Ketika Negara Datang Membawa Harapan

Melalui program TNI Manunggal Membangun Desa (TMMD) ke-126 Tahun Anggaran 2025, pemerintah dan TNI mengusung tema besar “Dengan Semangat TMMD Mewujudkan Pemerataan Pembangunan dan Ketahanan Nasional di Wilayah.”

Kalimat itu bukan sekadar slogan di spanduk. Di Waropko, ia menjelma menjadi langkah, keringat, dan kerja nyata.

Di lapangan kampung, warga sudah berkumpul.

Bendera merah putih berkibar di tiang bambu yang dicat seadanya.

Upacara pembukaan TMMD digelar di bawah langit yang mulai hangat. Bupati Hengki Yaluwo berdiri di tengah lapangan, suaranya menggetar di antara desir angin.

“Saya berterima kasih banyak untuk TNI. Dengan TMMD ini, pembangunan datang juga di sini, di Waropko. Ini tanda negara sayang torang semua,” ujarnya.

Tepuk tangan menggema. Sebagian warga meneteskan air mata.

Ada rasa bangga yang sulit dijelaskan seperti seseorang yang lama ditinggal, lalu akhirnya disapa lagi.

Waropko bukan sekadar kampung, tapi adalah bagian dari negeri yang jauh, kini kembali dirangkul oleh tangannya sendiri.

Menembus Wilayah 3T : Jalan Menuju Cahaya

Boven Digoel adalah bagian dari wilayah 3T, tertinggal, terdepan, dan terluar.

Dan Waropko, kecil namun strategis, menjadi salah satu titik penting di garis perbatasan.

Di sinilah negara hadir paling nyata  bukan dengan senjata, tapi dengan cangkul, semen, dan senyum.


TINJAU – Kolonel Kav Husnizon, S.I.P. saat tinjau ke lokasi kegiatan TMMD.

Pagi itu, di bawah terik mentari, deru molen berpadu dengan tawa anak-anak. Prajurit TNI dan warga bekerja bahu-membahu membangun jalan utama sepanjang 730 meter dengan lebar 3 meter.

Jalan yang menghubungkan permukiman dengan sekolah dan gereja dua pusat kehidupan kampung.

Tanah merah yang dulu licin kini berganti dengan beton kokoh. Setiap ayunan cangkul seperti mengetuk harapan baru.

Di sisi jalan, anak-anak kecil menonton sambil bersorak. Seorang bocah berlari sambil menunjuk ke arah beton yang baru dicor.

“E, kaka! Ini jalan baru kah? Sekarang sa bisa ke sekolah tra usah lumpur-lumpur lagi e!”

Prajurit tersenyum sambil mengelus kepala anak itu. “Iya, nanti ko jalan di sini, bersih sudah.”

Bagi warga, jalan ini bukan sekadar semen tapi jalan menuju masa depan.

Pembangunan MCK dan Kepedulian Kesehatan

Di dekat tepi kampung, tiga unit MCK (Mandi, Cuci, Kakus) juga dibangun.

Bangunan kecil yang mungkin tampak sederhana, tapi menjadi lambang peradaban baru di Waropko.

Sebelumnya, warga harus ke sungai untuk mandi dan mencuci. Kini, mereka punya tempat yang bersih dan aman.

Seorang ibu paruh baya menatap bangunan itu sambil tersenyum lebar.

“Aduh, puji Tuhan, sekarang sa bisa mandi di tempat bersih. Dulu, kalau malam-malam mau ke kali takut, sekarang tra lagi.”

TMMD bukan hanya membangun, tapi mengangkat martabat hidup warga. MCK, Wujud Kepedulian terhadap Kesehatan Warga.

Tak hanya akses jalan, pembangunan tiga unit MCK (Mandi, Cuci, Kakus) juga menjadi fokus utama TMMD kali ini.

Langkah ini menunjukkan perhatian serius terhadap kesehatan dan kebersihan lingkungan, dua aspek penting yang sering kali terabaikan di wilayah pedalaman.

Bagi masyarakat Waropko, keberadaan MCK baru ini adalah kemewahan sederhana.

Dengan fasilitas yang bersih dan layak, mereka kini dapat hidup lebih sehat dan nyaman.

“Dulu kami harus ke sungai untuk mandi dan mencuci, sekarang sudah ada tempat yang lebih baik,” tutur seorang ibu rumah tangga sambil tersenyum bangga melihat hasil kerja bersama.

Sumber Air, Kehidupan yang Mengalir

Air adalah kehidupan, dan di Waropko, air juga perjuangan. Dulu, warga harus berjalan jauh menuruni tebing untuk mencapai sungai.

Di musim hujan, jalanan licin dan berbahaya. Namun kini, Satgas TMMD menghadirkan lima titik sumber air bersih mengalirkan kehidupan langsung ke rumah-rumah warga.

Dengan tangan-tangan terampil, mereka menggali tanah, memasang pipa pralon, dan menyalurkan air menggunakan pompa kecil.

Suara gemericik air pertama yang keluar dari pipa membuat beberapa warga bersorak warga bergemaga.

“Eee… Air keluar sudah! Sekarang torang bisa ambil air di sini saja, dekat rumah!”

Seorang ibu menampung air itu di embernya, lalu membasuh wajah.

Rumah Baru, Harapan Baru

Di sudut kampung, dua rumah berdiri baru dindingnya kokoh, beratap seng mengilap.

Anak-anak berlarian di halamannya, tertawa riang. Rumah itu dibangun melalui program Rehabilitasi Rumah Tidak Layak Huni (RTLH) yang menjadi bagian dari TMMD ke-126.

“Rumah ini untuk mereka yang selama ini hidup di bawah keterbatasan. Kami ingin mereka merasakan kenyamanan di rumahnya sendiri,” ujar Letkol Inf Andry Christian, Dansatgas TMMD Kodim 1711/Boven Digoel, sambil menatap bangunan yang kini berdiri dengan bangga.

Rumah-rumah itu bukan sekadar tempat berteduh, tapi juga simbol martabat dan kasih negara kepada rakyatnya.

Sembako dan Senyum di Tengah Hutan

Suatu sore, di tengah kampung, warga berkumpul di bawah tenda biru. Satgas TMMD membagikan paket sembako beras, gula, minyak, dan kebutuhan pokok lainnya.

Bagi sebagian orang, itu mungkin bantuan sederhana. Tapi di Waropko, setiap karung beras adalah tanda kasih, setiap tangan yang menyalurkan adalah bentuk perhatian yang nyata.

Warga tersenyum, menyalami para prajurit dengan hangat. Di mata mereka, terpantul rasa syukur,  bukan semata karena bantuan, tapi karena negara hadir di tengah mereka.

Membangun Fisik, Menyentuh Jiwa

TMMD di Waropko tak berhenti pada beton dan pipa air. Di sela pekerjaan, para prajurit juga mengadakan penyuluhan nonfisik yaitu wawasan kebangsaan, cinta tanah air, hingga peningkatan sumber daya manusia.

Di bawah tenda, anak-anak duduk rapi, menyimak cerita tentang Indonesia dari para prajurit berseragam loreng.

“Kami bagian dari negeri besar,” kata seorang siswa dengan nada bangga setelah penyuluhan selesai.

Melalui pendidikan dan pembinaan, jiwa kebangsaan tumbuh di perbatasan, menegaskan bahwa Waropko bukan pinggiran, melainkan garda depan Indonesia.

Menyaksikan Gotong Royong yang Hidup

Ketika Tim Pengawas dan Evaluasi (Wasev) yang dipimpin Kolonel Kav Husnizon, S.I.P. datang meninjau, mereka melihat pemandangan yang menggugah hati.

Prajurit dan warga bekerja tanpa batas, bercanda di sela pekerjaan, berbagi makan siang di bawah pohon.

“Gotong royong seperti inilah kunci keberhasilan TMMD,” kata Kolonel Husnizon sambil tersenyum, matanya menatap penuh kagum.

Kebersamaan yang Mengikat

Selama pelaksanaan TMMD, hubungan antara Satgas dan warga tak lagi seperti aparat dan rakyat melainkan keluarga.

Warga datang membantu tanpa diminta, ada yang menyiapkan bahan bangunan, ada yang memasak, ada pula yang sekadar membawa air minum.

Semua bergerak dengan hati. Semua berjuang dalam satu irama, yaitu irama kebersamaan.

Letkol Inf Andry Christian, sang Dansatgas, hampir selalu terlihat di lapangan. Ia tidak memerintah dari jauh, tapi hadir bersama prajurit dan warga, mengangkat semen, mengawasi pengecoran, dan menyapa anak-anak kampung dengan senyum hangat.

Dalam dirinya, warga melihat sosok pemimpin yang bukan hanya mengatur, tapi juga menyentuh.

Di Ujung Negeri, Cinta Itu Nyata

Kini, seluruh sasaran TMMD ke-126 telah rampung. Jalan beton terbentang rapi, air bersih mengalir, MCK berdiri tegak, rumah layak huni menanti penghuninya.

Tapi lebih dari semua itu, yang tumbuh di Waropko adalah rasa percaya diri dan cinta kepada tanah air.

Ketika senja turun di tepi kampung, bendera merah putih berkibar di antara hijaunya pepohonan.

Anak-anak berdiri di bawahnya, tangan di dada, menyanyikan lagu Indonesia Raya.

Suara mereka mungkin kecil, tapi maknanya besar. Waropko kini bagian dari kisah Indonesia yang hidup.

TMMD di Waropko bukan sekadar program pembangunan, ini adalah puisi tentang kepedulian, tentang negara yang turun menyapa rakyatnya di ujung negeri.

Dan ketika malam tiba, suara jangkrik berpadu dengan gemericik air dari pipa baru, seolah berbisik.

“Pembangunan sejati bukan hanya tentang bangunan, tapi tentang hati yang bersatu untuk Indonesia.”

Di Ujung Negeri, Negeri Ini Masih Bernyawa

Matahari sore di Waropko perlahan tenggelam di balik pepohonan tinggi. Langit memerah, menyapu hutan dengan cahaya hangat yang lembut.

Di kejauhan, terdengar suara tawa anak-anak yang bermain di jalan beton baru, jalan yang beberapa Minggu lalu hanyalah tanah berlumpur.

Dari rumah-rumah sederhana yang kini berdiri lebih kokoh, mengepul asap dapur. Warga menutup hari dengan senyum yang tak bisa disembunyikan.

Di tengah keheningan itu, bendera merah putih berkibar di antara hijau pepohonan, tak lagi sekadar kain dua warna melainkan simbol kehadiran, simbol cinta dari negeri yang mereka panggil tanah air.

TMMD di Waropko bukan hanya kisah tentang pembangunan fisik, melainkan tentang jembatan hati antara TNI dan rakyat, antara pusat dan perbatasan, antara Indonesia dan harapan-harapannya sendiri.

Di sini, di tempat di mana sinyal sulit dan jarak terasa tak terukur, negara hadir dengan wajah manusia tangan yang bekerja, senyum yang menenangkan, dan kepedulian yang nyata.

Waropko kini bukan lagi titik sunyi di peta. Ia telah berubah menjadi cermin kecil Indonesia tempat di mana gotong royong bukan jargon, di mana kebersamaan adalah napas, dan di mana cinta tanah air diwujudkan dalam tindakan, bukan hanya kata.

Dan ketika malam menutup hari, suara jangkrik terdengar lembut di antara gemericik air dari pipa baru. Seolah bumi Waropko berbisik pelan kepada langit.

“Kami sudah tak sendiri lagi. Negeri ini telah menengok kami, mencintai kami, dan membangun asa di perbatasan.”

Karena sejatinya, pembangunan bukan tentang tembok dan jalan, tapi tentang rasa memiliki, rasa dicintai, dan rasa menjadi bagian dari Indonesia.

Dan di Waropko, rasa itu kini tumbuh seperti mentari yang setiap pagi terbit pertama kali di ujung negeri ini. (*/via)

Jumlah Pengunjung: 5

Read Entire Article
Sumut Bermartabat| Timika Hot | | |