SUASANA – Suasana Suprapto Sastro Atmodjo, Ketua Komite Tanggungjawab Perusahaan Platform Digital untuk Mendukung Jurnalisme Berkualitas dari Dewan Pers, saat menyampaikan materi kepada jurnalis Mimika pada, Kamis (14/11) (FOTO: ELISA/TIMEX)
TIMIKAEXPRESS.id – Dinas Komunikasi dan Informatika (Diskominfo) Kabupaten Mimika menggelar dialog bersama Dewan Pers yang dihadiri oleh puluhan jurnalis dari berbagai media yang ada di Mimika.
Topik yang dibahas dalam diskusi ini menganai berita hoax dan Etika Jurnalistik, dialog interaktif ini bersama narasumber dari dewan pers yang dilaksanakan di Hotel Horison Ultima, Jalan Hassanudin pada Kamis (14/11).
Manase Omaleng, S.IP Sekretaris Diskominfo dalam sambutannya mengatakan, trend penyebaran berita palsu (hoaks) semakin meningkat.
Keberadaan komprehensif undang-undang mengatur perilaku penyebaran berita hoaks sudah ada, yakni KUHP dan Undang-undang informasi dan transaksi elektronik (atau UU ITE), namun penyebar berita palsu tetap marak.
Di tahun 2023, dewan pers mengeluarkan siaran pers yang mengingatkan bahwa di tahun politik, banyak informasi hoaks, tidak akurat, direkayasa. berseliweran dan menyasar media.
Karena itu, media wajib meningkatkan kehati- hatian agar tidak berpotensi disusupi informasi hoaks, demi menjaga marwah kemerdekaan pers.
Dewan pers juga menyerukan kepada seluruh jajaran pers untuk senantiasa mematuhi Undang-undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang pers, kode etik jurnalistik, peraturan dan pedoman dewan pers lainnya.
Era kebebasan pers yang ditandai dengan UU Pers No 40 Tahun 1999, bukan hanya mengatur ruang dalam pola melaporkan fakta, namun juga harus mampu menyajikan berita yang akurat, berimbang, dan memihak kebenaran, guna membendung hoaks yang beredar di media, terutama media sosial (medsos), yang marak menjelang Pilkada 2024.
“Kementerian komunikasi dan digital (Kemenkomdigi), melalui Menteri Komunikasi dan Digital, Meutya Hafid, baru-baru ini menyatakan dukungan terhadap pelaksanaan Pilkada 2024 dengan berbagai upaya strategis, diantaranya pengamanan ruang digital dari ancaman mis-informasi, hoaks dan ujaran kebencian,” katanya.
Salah satunya dengan melakukan sosialisasi untuk meningkatkan kesadaran publik, guna mendapatkan informasi yang memadai.
Manase mengatakan, untuk menangkal hoaks yang beredar di kalangan masyarakat, diperlukan peranan pers dengan menyajikan informasi sesuai fakta yang sebenarnya, dimana pers harus lebih cermat dan berperan mengurangi berita bohong, agar tidak menimbulkan gejolak sosial, bahkan mampu mengedukasi publik.
“Pers, sebagai pilar keempat demokrasi, memiliki pengaruh yang sangat besar dalam menangkal hoaks, walaupun sudah muncul media sosial, namun kepercayaan dan pengaruh pers sebagai arus utama informasi, tetap tinggi,”ujarnya.
Dalam perkembangan seperti sekarang, justru profesionalisme dibutuhkan meski zaman terus berubah dan teknologi komunikasi berkembang dahsyat, bagi insan pers, akurasi harus tetap lebih utama dan lebih penting, dibanding dengan kecepatan.
Oleh karena itu, insan pers harus tetap tunduk dan jurnalistik pers Indonesia selain mempunyai tanggungjawab teknis profesional juga memiliki tanggung jawab sosial kebangsaan.
Dengan dilaksanakannya dialog dengan narasumber dari dewan pers ini, ia berharap, insan pers yang hadir dan kita semua, dapat saling berinteraksi positif, terus bersemangat meningkatkan kapasitasnya sebagai insan pers dengan menyajikan informasi sesuai fakta lebih akurat, cermat, berimbang dan dapat berperan mengurangi berita bohong atau hoaks, dengan tetap mengedepankan etika jurnalistik, sehingga masyarakat mimika yang majemuk, dapat tetap saling hidup berdampingan di tanah Amungsa bumi Kamoro yang diberkati Tuhan, serta menjadi daerah yang nyaman, sekaligus berkat bagi kita semua, demi terwujudnya Mimika yang aman, damai dan sejahtera.
Sementara itu, Suprapto Sastro Atmodjo, Ketua Komite Tanggungjawab Perusahaan Platform Digital untuk Mendukung Jurnalisme Berkualitas, dalam arahannya mengatakan, kepada wartawan kembali kepada prinsip-prinsip dalam kode etik dalam kerja jurnalistik.
Ketika mendapatkan informasi maka jangan langsung tulis tetapi harus melakukan check and rechek, kemudian lakukan verifikasi kembali apa betul informasi yang didapatkan.
Pengecekan terhadap kepada narasumber yang berkompeten, kemudian berdasarkan data peraturan perundang-undangan jika berbicara tentang informasi undang-undang.
“Jadi, begitu mendapatkan informasi atau mendapatkan kabar sebagai seorang jurnalis tidak boleh langsung ditulis mentah-mentah tetapi harus melakukan verifikasi,” jelasnya .
Dirinya mengarakan, ketika ada narasumber yang menjelaskan satu persoalan dan kemudian menyebutkan atau berpotensi merugikan nama baik sumber lain atau orang lain atau institusi lain maka wajib hukumnya juga buat wartawan itu melakukan, verifikasi dan juga konfirmasi kepada narasumber atau lembaga atau siapapun yang disebut di dalam berita tersebut.
“Supaya kita tidak dianggap melakukan atau menyampaikan informasi yang tidak berimbang, karena di kode etik sudah diatur bahwa kita sebagai wartawan harus memberikan keberimbangan, menyampaikan informasi dari para pihak,” katanya.
“Jadi dimintai pendapatnya, tanggapannya atau hak jawabnya kepada pihak-pihak yang disebutkan dalam berita tersebut dan juga yang menjadi catatan buat teman-teman wartawan dalam menulis berita mengingat 5 W 1H,” tambahnya.
Ini harus terpenuhi, karena masih bisa dilihat berita-berita yang dimuat di media, yang terkadang belum memenuhi unsur berita, hal ini juga yang menjadi perhatian agar tidak terjadi pemberitaan hoax yang tidak benar,” pungkasnya. (bob)
Jumlah Pengunjung: 7