FOTO BERSAMA – Direktur Utama PT. Honay Ajkwa Lorentz saat foto bersama pemangku adat 7 suku, Panius Kogoya usai konferensi pers di Hotel Horison Ultima, Jumat (17/1/2024) (FOTO: GREN/TIMEX)
TIMIKAEXPRESS.id – PT Honay Ajkwa Lorentz (HAL) bersama PT Tambang Mineral Papua (TMP) telah mengumumkan rencana pembangunan pabrik semen dan keramik dengan berbahan baku utama tailing dari PT Freeport Indonesia di Timika, Papua Tengah.
Rencana pembangunan pabrik oleh PT Honay Ajkwa Lorentz ini merupakan langkah strategis untuk menjawab kebutuhan wilayah Papua yang selama ini minim perhatian para pelaku industri karena keterbatasan infrastruktur.
Memulai mega proyek tersebut, PT Honay Ajkwa Lorentz dan PT TMP akan menggelar groundbreaking (peletakan batu pertama) pembangunan proyek tersebut dengan ritual adat “bakar batu” yang akan dilaksanakan pada hari ini, Sabtu, 18 Januari 2025 di kawasan Jalan Nabire Mile 32, tepatnya di samping Mayonif 754/ENK, Timika.
Pembangunan pabrik semen dan keramik di atas lahan seluar 9 hektare dengan biaya belanja modal Capital Expenditure (Capex) yang diinvestasikan perusahaan untuk memperoleh, memelihara, atau meningkatkan aset tetap, termasuk pabrik sebesar Rp 3,1 triliun dengan skema kerja sama bagi hasil.
Panius Kogoya, selaku pemangaku adat 7 suku dalam press release groundbreaking infrastruktur pembangunan pabrik semen dan keramik di Hotel Horison Ultima, Jumat (17/1/2025), mengatakan pabrik ini harus dibuka di Timika untuk mengurangi angka pengangguran.
“Tailing ini ke depannya pasti ada dampak, sehingga dengan dibukannya pabrik semen dan keramik, tentunya akan mengurangi angka pengangguran di Mimika,” ujarnya.
Panius pun mengatakan, dirinya telah menyiapkan lahan seluas 9 hektare untuk pembangunan pabrik semen dan keramik tersebut.
“Mari masyarakat adat 7 suku dan warga nusantara, bersama kita bangun pabrik semen dan keramik di Timika,” seruny tandasnya.
Sementara Direktur Utama PT. Honay Ajkwa Lorentz, Venti Widayanti pada kesempatan yang sama, mengatakan dirinya sudah melakukan komunikasi dengan beberapa konsultan dari Jakarta, Surabaya dan Jerman terkait Amdal pada 20 Januari 2025 di Jakarta.
“Kalau kita berbicara masalah pabrik, Amdal itu sangat berisiko untuk perizinan. Apakah secara administratif untuk produksinya atau dihentikan, karena Amdal sangat penting pada tingkat produksinya,” ungkap Venti.
Terkait hal ini, lanjut Venti, pihaknya akan bekerjasama dengan putra-putri terbaik bangsa dari Aceh hingga Papua yang sedang menempuh pendidikan di Universitas Cenderawasih agar dapat memberikan masukan dan solusi ketika pihaknya mengajukan izin Amdal.
“Bagaimana kita bisa mengurangi polisi udara dan air menjadi zero agar tidak terjadi permasalahan baru,” tuturnya.
Dikatakan pula, Amdal dari PT. HAL akan dilakukan secara paralel berdasarkan masterplan yang akan disampaikan dalam waktu dua bulan ke depan.
“Terkait Amdal, kami juga akan libatkan beberapa asosiasi terkait saran masukan untuk IMB (Izin Mendirikan Bangunan). Secara administratif perizinan dan Amdal akan dikerjakan oleh PT TMP,” ujarnya.
Lebih jauh, kata Venti, dari lahan seluas 9 hektare itu, akan digunakan hanya 8,5 hektare untuk bangunan dengan tingkat produksi semen per tahun pertama dan kedua sebanyak 21 juta 900 ton.
“Kita gunakan tiga sift kerja dengan waktu sebanyak 355 hari, dengan minimal tonase tailing per jam itu kurang lebih 3.000 ton. Sehingga kita akan produksi sebanyak 21 juta 900 ton semen,” jelasnya.
Dari hasil produksi sebanyak 21 juta 900 ton itu tentuya cukup besar, sehingga tahap I hingga tahap VI, pihaknya akan membahas kembali terkait kebutuhan tenaga kerja.
“Saat ini, kami persiapkan infrastruktur jalan dan kontruksi pabrik semen dan keramik dengan nilai investasi Rp 300 miliar meliputi beberapa kategori investasi. Ini sudah termasuk lahan, material, SDM, teknologi, kontruksi bangunan, termasuk pelatihan dan pendidikan, karena target kami pabrik ini sudah harus berproduksi di 2025,” tambahnya.
Adapun, pengelolaan tailing akan dilakukan secara serius, karena ini merupakan salah satu cara dalam mendukung peraturan pemerintah Indonesia dalam pelestarian lingkungan, dimana pengelolaan yang kami lakukan meliputi kegiatan menghasilkan, mengangkut, mengedarkan, menyimpan, menggunakan dan membuang.
Disamping itu, tenaga lokal asli Papua dengan komposisi 80 persen akan diserap sebagai pekerja, sementara 20 persen tenaga kerja merupakan pekerja non asli Papua dengan usai produktif 17 hingga 30 tahun.
“Khusus OAP usia di atas 30 tahun pun kita terima, asalkan sehat jasmani dan rohani, termasuk juga anak putus sekolah,” pungkasnya.
Secara total, pembangunan pabrik itu akan menyerap sekitar 500-900 lapangan pekerja. (via)
Jumlah Pengunjung: 4